Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia meningkat per akhir Maret. Bank Indonesia (BI) mencatat sebesar USD 157,1 miliar. Angka itu tumbuh USD 2,6 USD dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak USD 154,5 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kenaikan posisi cadev antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. “Posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” ucapnya di Jakarta, Senin (14/4).
Menurut dia, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang posisi cadev memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Hal itu sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal, dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, cadev akan tetap solid, meski tekanan eksternal masih kuat akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) versus Tiongkok. Hal itu didukung oleh surplus perdagangan yang stabil. Khususnya sektor komoditas seperti termasuk nikel, tembaga, emas, dan timah.
“Namun, kami memperkirakan tekanan eksternal dapat muncul akibat meningkatnya ketidakpastian global, terutama dari eskalasi ketegangan dagang AS-Tiongkok dan kebijakan tarif Trump yang dinamis,” ungkap pria yang akrab disapa Asmo itu kepada Jawa Pos (grup Batam Pos).
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menambahkan, cadev Indonesia cukup memadai. Bahkan, lebih tinggi dari threshold standar internasional. Terbilang aman untuk menghadapi gejolak eksternal, khususnya dinamika yang ditimbulkan perang tarif AS dan Tiongkok maupun konflik geopolitik.
David menilai bahwa intervensi BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah bersifat moderat. Otoritas moneter itu lebih banyak membiarkan nilai tukar rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar. Intervensi ringan (smoothing) hanya untuk meredam gejolak. “Jadi kelihatannya Bank Indonesia malah mengikuti aja kecenderungan (pergerakan) mata uang negara-negara emerging yang memang melemah (terhadap USD),” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos (grup Batam Pos).
Menurut dia, pendekatan itu cukup efektif. Karena pergerakan rupiah tetap dalam batas wajar dan volatilitas bisa dikendalikan. “Hal ini juga dibuktikan dengan tidak terganggunya posisi cadev,” tuturnya. (*)
Posisi Cadangan Devisa 5 Bulan Terakhir
-November 2024: USD 150,2 miliar
-Desember 2024: USD 155,7 miliar
-Januari 2025: USD 156,1 miliar
-Februari 2025: USD 154,5 miliar
-Maret 2025: USD 157,1 miliar
Sumber: Bank Indonesia
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO