Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menetapkan jadwal puasa, Hari Raya Idulfitri, hingga Iduladha 1446 Hijriah. Hal itu tertuang dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 H.
Sesuai surat tersebut, Hari Raya Idulfitri ditetapkan pada 31 Maret. Itu berbeda dengan informasi sebelumnya yang menyebutkan 30 Maret. Dengan demikian, Lebaran berpotensi digelar serentak bersama pemerintah.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Sayuti mengatakan, pihaknya menentukan awal Ramadan dan Idulfitri dengan metode hisab hakiki wujudul hilal. Metode tersebut memungkinkan untuk menentukan awal Ramadan dan Idulfitri sejak jauh-jauh hari.
”Berdasarkan hasil hisab, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025,” ujarnya.
Selain itu, dalam maklumat tersebut, Muhammadiyah mengumumkan Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1446 Hijriah. ”Di wilayah Indonesia, 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada Senin, 31 Maret 2025,” tuturnya.
Sebab, dari perhitungannya, saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia pada Sabtu, 29 Maret 2025, bulan berada di bawah ufuk atau hilal belum wujud. Karena itu, umur bulan Ramadan 1446 Hijriah disempurnakan menjadi 30 hari di tanggal 31 Maret.
Muhammadiyah juga turut menetapkan perhitungan Hari Raya Iduladha 10 Zulhijah 1446 Hijriah. Dari hasil hisab, 1 Zulhijah 1446 H jatuh pada Rabu Kliwon, 28 Mei 2025. Karena itu, hari Arafah jatuh pada Kamis Pon, 5 Juni 2025, dan Iduladha jatuh pada Jumat Wage, 6 Juni 2025. Sayuti mengatakan, maklumat tersebut disampaikan untuk menjadi panduan warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah puasa dan penetapan hari raya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan pesan Ramadan sebagai bahan refleksi bagi kaum muslimin, warga, dan elite bangsa. Jika ada perbedaan pelaksanaan awal puasa Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha, Haedar menekankan harus saling menghormati.
”Hal itu sudah menjadi kekayaan agama kita yang selama ini dijunjung tinggi untuk tidak menjadi perbincangan yang terus-menerus, apalagi menjadi potensi keretakan,” kata Haedar.
Dia melanjutkan, umat Islam di dunia memang belum memiliki satu kalender global tunggal. Untuk menetapkan kalender global tunggal, umat Islam seluruh dunia memerlukan kesepakatan bersama.
Selama berproses ke arah itu, umat Islam diajak untuk mengedepankan sikap tasamuh dan toleransi terhadap perbedaan. Kedua, menjelang Ramadan, Haedar mengajak kaum muslimin agar tidak stagnan atau tidak berada pada posisi jumud.
”Kita selalu melaksanakan ibadah-ibadah Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha, namun tidak membawa proses perubahan dalam jiwa,” tuturnya.
Haedar juga berpesan untuk menjadikan seluruh rangkaian ibadah sebagai proses internalisasi yang membentuk pribadi-pribadi berjiwa kerohanian yang tinggi. Keluhuran dan keutamaan ini mesti tecermin dalam sikap, tindakan, dan kata-kata sehingga kaum muslimin menjadi teladan.
”Bagi warga bangsa, kami mengharapkan bahwa puasa membawa jalan baru kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur agama atas umat beragama sehingga kita bisa memupuk persaudaraan, persatuan, dan kemajuan dalam ranah kemajemukan yang bisa membawa pada peradaban bersama yang menyelamatkan, yang harmoni dan membawa pada kemajuan,” ungkap Haedar. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor: RYAN AGUNG