Buka konten ini
Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Kepri membenarkan adanya penembakan terhadap PMI ilegal di perairan Tanjung Rhu, Malaysia, Jumat (24/1) dini hari. Insiden penembakan yang melibatkan otoritas maritim Malaysia, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), ini, diungkapkan Kepala BP3MI Kepri, Kombes Imam Riyadi.
“Info awal, PMI dari Aceh. Ditembak di perairan Selangor,” ujar Imam Riyadi, Senin (27/1).
Ia mengatakan, korban yang ditembak berjumlah lima orang. Satu PMI dinyatakan tewas, dan empat lainnya luka-luka. “Hasil koordinasi dengan KBRI Malaysia, korban berjumlah lima orang,” katanya.
Dengan adanya peristiwa ini, kata Imam, pihak KBRI di Malaysia bersama Atase Polri telah berkoordinasi dengan Polisi Diraja Malaysia (PDRM) untuk mengusut kasus tersebut.
“Kasus masih dalam penyelidikan PDRM, dan perkembangan akan diinformasikan kepada KBRI,” ungkapnya.
Imam juga memastikan pihaknya akan memberikan dukungan terhadap pengusutan kasus ini. “Kami siap, khususnya BP3MI di wilayah perbatasan, bila hasil penyelidikan menunjukkan PMI ada keterkaitannya di wilayah Kepri,” tuturnya.
KBRI Kuala Lumpur telah menerima informasi mengenai insiden ini pada Sabtu sebelumnya. Namun, hingga kini data lengkap korban masih dalam tahap pengumpulan oleh otoritas Malaysia. Imigrasi Malaysia berjanji akan memberikan pembaruan data pada 27 Januari 2025.
Sementara itu, tim BP3MI Aceh telah melakukan verifikasi langsung ke lapangan dengan mendatangi alamat keluarga korban di Kabupaten Aceh Timur.
Kepala Desa Alue Bugeng, Azhari, membenarkan bahwa Hanafiah adalah warganya yang bekerja di Malaysia.
Informasi ini juga diperkuat oleh pernyataan abang ipar korban, Muzakir, serta istri korban, Mawaddah.
Menurut keterangan Mawaddah, sang suami sempat meng-hubunginya pada 23 Januari 2025 malam. Korban sempat menyampaikan bahwa dia menghadapi masalah serius di Malaysia. Ia juga meminta agar istrinya tidak menghubungi dirinya terlebih dahulu.
Keesokan harinya, pada 24 Januari 2025 pagi, Hanafiah kembali menghubungi istrinya dan menyatakan niatnya untuk pulang ke Aceh. Pada pukul 14.00 WIB, ia mengirim pesan suara melalui WhatsApp, menyampaikan bahwa kondisinya sedang dalam bahaya. Korban meminta istrinya untuk melaporkan kepada pihak kepolisian bahwa dia berada di dalam kapal sendirian dan meminta dijemput oleh aparat Indonesia di wilayah perairan Dumai.
Hanafiah juga mengirimkan lokasi keberadaannya di sekitar Pulau Carey, Malaysia, yang kemudian dikonfirmasi sebagai lokasi penangkapan lima orang korban lainnya dalam insiden yang sama. Kontak terakhir dengan Hanafiah terjadi pada Sabtu sore, sebelum nomor ponselnya tidak lagi aktif.
BP3MI Aceh telah menyampaikan perkembangan ini kepada keluarga korban dan terus berkoordinasi dengan KBRI Kuala Lumpur serta otoritas terkait di Malaysia. Mereka menegaskan bahwa status korban baru akan di-pastikan setelah adanya konfirmasi resmi dari pihak imigrasi Malaysia.
Menanggapi insiden ini, Ketua Jaringan Safe Migrant, Chrisanctus Paschalis Saturnus, meminta pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas dengan meminta klarifikasi dari pemerintah Malaysia. Dia juga menegaskan pentingnya keadilan bagi korban serta perlunya reformasi dalam tata kelola perlindungan PMI, termasuk pemberantasan sindikat mafia yang memperdagangkan pekerja migran secara ilegal.
“Kejadian seperti ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Selain memastikan keadilan bagi korban, perlu langkah konkret dalam memperbaiki sistem perlindungan dan pembersihan jaringan ilegal yang memperdagangkan pekerja kita,” ujar pria yang akrab disapa Romo Paschal itu.
Di lain pihak, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dapat mendorong transparansi penegakan hukum terkait penembakan warga negara Indonesia (WNI) di Perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Insiden penembakan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) mengakibatkan satu orang pekerja migran Indonesia (PMI) meninggal dunia.
”Kita minta Kemenlu untuk mendorong agar penegak hukum yang ada di sini (Malaysia) dibuka transparansinya. Jadi terang benderang proses proses ini, sehingga jauh lebih baik,” kata Karding di Malaysia, Senin (27/1).
Karding juga mengaku telah berkoordinasi dengan kedutaan hingga atase kepolisian setempat, untuk mengetahui kronologi terkait penembakan tersebut. Ia juga mengaku tengah berkoordinasi untuk bisa membawa satu jenazah yang tewas dalam peristiwa itu.
”Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak setempat, agar kita bisa mendampingi penanganan jenazah maupun tengok di rumah sakit, yang sakit,” ujar Karding.
Karding juga mengaku bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak keluarga dari para korban. Hal ini untuk memitigasi hal-hal yang perlu disiapkan.
”Sehingga kita bisa mitigasi hal-hal apa saja yang kira-kira kita siapkan untuk melin-dungi dan menjaga PMI kita ini,” tegas Karding.
Di lain pihak, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengecam penggunaan tindakan berlebihan (excessive use of force) dalam insiden penembakan pekerja migran Indonesia (PMI) oleh otoritas maritim Malaysia (APMM), yang menyebabkan satu korban jiwa dan empat lainnya terluka pada Jumat (24/1).
”Kami menyayangkan dan mengecam tindakan berlebihan (excessive use of force) yang dilakukan oleh Agensi Pengu-atkuasaan Maritim Malaysia (APMM), otoritas maritim Malaysia, yang telah menewaskan satu orang WNI tersebut,” kata Dasco dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Untuk itu, dia mengatakan, DPR akan membentuk tim guna memantau jalannya penanganan insiden penembakan terhadap lima PMI non-prosedural oleh APMM tersebut. ”DPR RI melalui komisi terkait akan membentuk tim untuk memantau penanganan insiden berdarah tersebut sehingga penanganan kasus ini dapat diungkap secara tuntas dan transparan,” ujarnya.
Dia juga mendorong Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) membentuk tim investigasi guna mengungkap insiden berdarah tersebut secara transparan. Termasuk, kata dia, melakukan pendampingan hukum terhadap korban penembakan, dan mengatur pemulangan jenazah korban penembakan untuk dimakamkan di kampung halamannya di tanah air.
Lebih lanjut, Dasco menyebut akan segera memanggil Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dan KP2MI untuk me-ngonfirmasi insiden berdarah tersebut, serta mendorong agar kedua kementerian itu menempuh langkah-langkah diplomatik dalam mengungkap kasus secara tuntas dan transparan.
”Pada tahap saat ini, kami meminta Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur untuk mengirim nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia terkait insiden penembakan lima orang WNI pekerja migran tersebut,” tuturnya.
Tak lupa, dia pun turut menyampaikan duka cita atas wafatnya salah satu WNI pekerja migran dalam insiden penembakan di perairan Tanjung Rhu, Malaysia. (***)
Reporter : Arjuna, Yofi Y, JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG