Buka konten ini
Satu tiang berdiri menjulang sendirian di tepi pantai Coastal Area, Kabupaten Karimun. Dermaga yang direncanakan menghubungkan kawasan terpadu itu hanya berupa beton cor yang terputus. Puluhan tiang pancang dibiarkan tergeletak di bibir pantai, menunggu nasib yang belum jelas.
Itulah potret terkini proyek Gerbang Coastal Area dan Anjungan, salah satu pekerjaan multiyears yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Karimun. Proyek ini sempat dimulai pada 7 Agustus 2023 dengan target rampung pada 29 November 2024. Nilai kontraknya pun tidak main-main: Rp11,8 miliar lebih.
Namun baru berjalan beberapa bulan, proyek ini man dek. Pemerintah Kabupaten Karimun melakukan refocusing anggaran pada tahun 2024, menurunkan nilai proyek menjadi Rp3,3 miliar. Imbasnya, pengerjaan proyek berhenti di tengah jalan.
“Tahun lalu, Komisi III DPRD Karimun sudah turun ke lapangan. Kita putuskan proyek ini ditunda kelanjutannya, dan anggaran difokuskan untuk membayar pihak ketiga,” kata Eri Januardin, anggota DPRD Karimun dari Fraksi NasDem, kepada Batam Pos, Jumat (30/5).
Menurut Eri, keputusan penundaan itu disepakati karena kondisi keuangan daerah tengah terseok-seok. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain: dalam APBD 2025, justru muncul kembali alokasi anggaran kelanjutan proyek senilai Rp6,1 miliar.
“Padahal saat pengesahan APBD 2025 pada 24 November lalu, proyek ini sudah dicoret. Tapi tiba-tiba muncul lagi. Ini bisa disebut proyek siluman,” ujarnya.
Eri menilai proyek ini tidak mendesak. Ia bahkan menyebut ada indikasi ketidakefisienan anggaran karena dalam laporan sidak sebelumnya, progres pembangunan gerbang dan anjungan Coastal Area tak sampai 50 persen. Dari nilai pagu Rp11,8 miliar, hanya sekitar Rp3,3 miliar yang terealisasi.
Lebih mengejutkan, Eri mencatat proyek multiyears lainnya ikut masuk dalam APBD 2025 dengan total anggaran mencapai Rp13 miliar.
Padahal, pos anggaran tahun ini telah penuh untuk kebutuhan lain yang lebih prioritas.
Di sisi lain, warga pun mulai geram. Proyek yang seharusnya membanggakan daerah itu kini hanya menjadi monumen kegagalan perencanaan.
“Kalau tidak mampu, jangan dipaksakan. Ini proyek asal bapak senang, tak memikirkan anggaran dan perawatannya ke depan,” kata Apui, warga Karimun. (***)
Reporter : TRI HARYONO
Editor : GALIH ADI SAPUTRO