Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Pemerintah bergeming mendukung pengembangan vaksin TBC (tuberkulosis) bersama Gates Foundation yang dipandegani Bill dan Melinda Gates. Vaksin M72 itu digadang-gadang menjadi solusi menghadapi ancaman serius penyakit yang setiap tahun menewaskan sekitar 1,5 juta orang di dunia.
Vaksin M72 kini memasuki tahap akhir uji klinis. Di Indonesia, vaksin ini rencananya akan diujicobakan pada 2.095 orang. Jumlah ini merupakan akumulasi sejak uji coba fase pertama pada 2024.
Di Indonesia, uji coba dilakukan antara lain di RSUP Persahabatan Jakarta Timur dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Targetnya, vaksin ini bisa menyelesaikan uji klinis pada 2028.
Sebenarnya uji coba ini tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di Afrika Selatan dengan 13.071 peserta, Zambia 889 peserta, Kenya 3.579 peserta, dan Malawi 447 peserta.
Hingga saat ini terdapat sekitar 15 kandidat vaksin TBC yang sedang dikembangkan di dunia. M72 menjadi yang paling maju karena telah mencapai uji klinis fase 3.
“Uji klinis merupakan tahapan krusial dalam proses pengembangan vaksin untuk memastikan keamanan, efektivitas, serta mengidentifikasi potensi efek samping sebelum digunakan oleh masyarakat,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan Aji Muhawarman di Jakarta.
Aji menambahkan, seluruh uji klinis vaksin M72 di Indonesia diawasi banyak lembaga. Mulai dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga Kementerian Kesehatan. Ahli vaksin TBC nasional dan global juga dilibatkan dalam proses tersebut.
Sebenarnya seberapa penting uji coba ini? “Secara epidemiologi dan sains, urgensi vaksin TB ini sangat jelas. Setiap 20 detik ada satu kematian akibat TB di dunia. Indonesia bisa menjadi negara dengan penderita TB terbanyak jika tidak segera dikendalikan,” ujar epidemiolog Dicky Budiman kemarin.
Mengenai Bill Gates, Dicky menegaskan bahwa keterlibatan pendiri Microsoft itu dalam pembiayaan riset vaksin TB tidak seharusnya dikaitkan dengan teori konspirasi yang tidak berdasar. “Bill Gates baru masuk mendukung saat fase 3. Perlu diketahui, riset vaksin seperti ini biayanya bisa mencapai Rp25 triliun. Tanpa dukungan sektor filantropi dan swasta, riset ini sulit berjalan,” katanya.
Vaksin M72 menunjukkan hasil menjanjikan dalam uji fase 2B yang berlangsug Maret lalu dengan efikasi 54 persen dalam mencegah perkembangan TB aktif pada orang dewasa yang memiliki TB laten. “Ini terobosan besar karena sudah 100 tahun tidak ada vaksin TB baru. BCG yang ada saat ini hanya efektif untuk anak-anak,” katanya.
Dia menambahkan bahwa vaksin ini ditargetkan untuk remaja dan dewasa muda berusia 15 sampai 35 tahun, serta kelompok berisiko tinggi seperti penderita HIV, diabetes melitus, tenaga kesehatan di daerah endemis, dan keluarga pasien TB.
“Penyuntikan riset baru selesai April 2025. Masih ada proses pemantauan tiga hingga empat tahun ke depan. Kalau lancar, 2030 baru bisa diproduksi dan digunakan,” katanya.
Menanggapi pertanyaan publik soal motif ekonomi dari pihak pendukung, Dicky menganggap hal itu wajar. “Tapi bukan satu-satunya. Justru negara berkembang bisa bernegosiasi soal harga dan produksi lokal jika menjadi bagian dari riset,” tuturnya.
Dicky berharap masyarakat tidak mudah terpengaruh hoaks dan terus mendukung upaya ilmiah dalam pengendalian TBC. “Kita harus objektif melihat ini. Dengan efikasi 50 persen saja, diperkirakan bisa mencegah 76 juta kasus baru dan menyelamatkan 8,5 juta jiwa dalam 25 tahun. Itu bukan angka kecil,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Tjandra Yoga Aditama mengatakan selama ini penangkal TBC hanya bertumpu pada vaksin BCG yang ditemukan pada 1921. Karena itu, lanjut Tjandra, sudah seharusnya dikembangkan vaksin baru. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG