Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi global semakin meningkat. Sejalan dengan ketidakpastian di tengah guncangan kebijakan tarif Amerika Serikat (AS). International Monetary Fund (IMF) merevisi turun proyeksinya.
Dalam edisi terbaru World Economic Outlook (WEO) April 2025, IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 menjadi 2,8 persen dari 3,3 persen dalam proyeksi Januari 2025. Keputusan tersebut mencerminkan penga-ruh signifikan akibat lonjakan tarif global yang dipicu kebijakan perdagangan baru AS. Serta meningkatnya ketidakpastian kebijakan.
Sementara itu, inflasi global diperkirakan melambat menjadi 4,3 persen pada 2025. Meskipun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) untuk negara maju tahun ini juga direvisi turun menjadi 1,4 persen.
Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat menjadi 1,8 persen pada 2025. Turun 0,9 poin persentase dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,7 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian kebijakan, ketegangan perdagangan, dan melemahnya permintaan domestik. Begitu pula, pertumbuhan di kawasan Eropa yang diturunkan menjadi 0,8 persen.
Pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang juga menghadapi revisi ke bawah. Pertumbuhan di negara emer-ging market diproyeksi melambat menjadi 3,7 persen pada 2025 dari proyeksi sebelumnya 4,1 persen. Negara-negara yang paling terdampak oleh kebijakan perdagangan baru AS, termasuk Tiongkok, yang mengalami penurunan terbesar.
IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia menjadi 4,65 persen untuk tahun ini. Sedangkan pada 2026 sebesar 4,67 persen. Mengingat, estimasi sebelumnya untuk kedua tahun tersebut sebesar 5,1 persen.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memandang, ketahanan Indonesia diuji di tengah perlambatan global dan tekanan tarif yang meningkat. Penurunan proyeksi pertumbuhan global mencerminkan memburuknya prospek ekonomi akibat eskalasi kebijakan tarif sepihak oleh AS dan tindakan balasan dari mitra dagang-nya.
Perang dagang tidak hanya mengganggu arus perdagangan dan keuangan global, tapi juga memicu lonjakan ketidakpastian kebijakan yang menekan sentimen pasar dan prospek investasi secara global. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : gustia benny