Buka konten ini
PARIWISATA Kepulauan Riau (Kepri) memasuki masa suram pada 2025. Seluruh kegiatan pariwisata di wilayah ini nyaris lumpuh akibat kebijakan efisiensi pemerintah yang menghapus seluruh anggaran sektor pariwisata. Dampak terbesar dirasakan oleh daerah yang mengandalkan sektor ini sebagai pilar ekonomi utama, seperti Natuna, Lingga, dan Anambas.
Ketua Asosiasi Pariwisata Bahari (Aspabri), Surya Wijaya, menilai bahwa kebijakan ini sangat merugikan pelaku industri wisata. Regulasi yang ada dinilai tidak mendukung, sementara pariwisata Indonesia sangat bergantung pada kebijakan pemerintah.
“Jika ada dukungan seperti di negara lain, misalnya subsidi tiket pesawat dan kapal feri atau kebijakan visa yang lebih longgar, mungkin dampaknya tidak akan seburuk ini,” ujarnya, Senin (24/3).
Menurut Surya, satu-satunya daerah yang masih bertahan adalah Batam, sementara Bintan masih berjuang. Batam dinilai dapat bertahan karena memiliki pelaku industri yang masih aktif.
“Batam bisa bertahan karena industrinya masih hidup, tetapi tanpa dukungan kebijakan pariwisata, pertumbuhannya tetap terhambat,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa setelah pandemi Covid-19, Indonesia telah merancang strategi untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata. Namun, kebijakan yang diambil justru menghambat pemulihan. Harga tiket pesawat yang mahal, biaya perjalanan laut yang tinggi, serta kebijakan fiskal dan visa yang tidak fleksibel membuat daya saing pariwisata Indonesia melemah.
“Negara lain berlomba-lomba menarik wisatawan dengan insentif, sementara Indonesia justru membiarkan sektor ini tertidur. Kita hanya bisa berharap pada pelaku usaha untuk bertahan dengan menjual paket wisata ke luar negeri,” tambah Surya.
Masih menurut Surya, tanpa dukungan pemerintah, harapan kini bertumpu pada industri swasta. Namun, banyak pelaku usaha mulai mencari cara bertahan di luar sektor wisata.
“Kami tetap berusaha mencari peluang, tetapi tanpa ekosistem yang mendukung, ini tidak mudah,” ungkap seorang pelaku usaha di Batam.
Keadaan ini menjadi cerminan bahwa pariwisata bukan lagi prioritas utama pemerintah. Dengan kondisi yang semakin sulit, Kepri dan wilayah lain yang mengandalkan sektor ini terancam kehilangan potensi besar, sementara negara lain justru terus maju dengan kebijakan yang lebih adaptif.
“Pariwisata Indonesia tahun 2025, termasuk Kepri, akan tertidur sejenak,” tegasnya.
Tanpa kebijakan yang mendukung, pariwisata Indonesia diprediksi akan “tertidur” sementara waktu. Wisatawan yang biasa datang ke Indonesia beralih ke negara-negara tetangga yang lebih kompetitif. Jika kondisi ini terus dibiarkan, sektor pariwisata nasional bisa semakin tertinggal, dan pemulihan akan semakin sulit.
“Pemerintah perlu segera meninjau kembali kebijakan yang ada. Jika tidak, bukan hanya pelaku industri yang terdampak, tetapi juga perekonomian daerah yang selama ini bergantung pada sektor pariwisata,” pungkasnya. (***)
Reporter : YASHINTA
Editor : RYAN AGUNG