Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Sektor komoditas mineral menjadi incaran pemerintah guna meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu caranya adalah menaikkan royalti hasil tambang.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kenaikan itu bakal berlaku untuk emas, nikel, dan batu bara. “Rencana kenaikan ini sejalan dengan harga pasar nikel dan emas yang semakin meningkat,” ucapnya di Jakarta akhir pekan lalu (22/3).
Royalti bakal dikenakan baik untuk bahan baku hingga barang jadi. Kenaikan ini, lanjut dia, kemungkinan berada pada rentang 1,5 hingga 3 persen.
”Harga nikel bagus, harga emas bagus, enggak fair dong kalau kemudian harganya naik, kemudian negara tidak mendapatkan pendapatan tambahan. Jadi, ini dalam rangka menjaga keseimbangan saja. (Kenaikannya) antara 1,5 (persen) yang sampai 3 (persen),” ucapnya.
Untuk mengakomodasi hal itu, pemerintah akan merevisi dua aturan. Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok E-nergi Mineral dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo), Fathul Nugroho, berharap kenaikan tarif PNBP tersebut tetap memperhatikan aspirasi perusahaan pertambangan minerba yang mengajukan tarif royal-ti tidak sampai dua kali lipat dari sebelumnya. ”Kenaikan royalti yang tinggi berisiko meningkatkan biaya operasional secara signifikan,” kata Fathul.
Menurut dia, hal tersebut bukan hanya membebani pengusaha, tetapi juga bisa berdampak pada penurunan daya saing industri minerba Indonesia secara global. Aspebindo berharap kenaikan royalti yang akan segera ditetapkan besarannya tetap memenuhi keekonomian usaha. Sehingga, perusahaan tambang masih dapat terus beroperasi dengan margin yang cukup di tengah kondisi ekonomi global saat ini yang sedang tidak menentu. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : Ryan Agung