Buka konten ini

DINAS Perhubungan (Dishub) Kota Batam terus berupaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor retribusi, terutama parkir. Pada 2024, Dishub menargetkan pendapatan Rp18 miliar, namun realisasi hingga kini baru mencapai Rp11,6 miliar.
Kepala Dishub Batam, Salim, menjelaskan bahwa capaian tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama karena retribusi parkir tidak bersifat wajib seperti pajak.
”Target itu bisa tercapai kalau semua stiker terjual. Namun, karena ini retribusi, bukan pajak, maka sifatnya tidak bisa dipaksakan,” ujarnya, Selasa (18/3).
Selain dari parkir, Dishub Batam juga memeroleh pendapatan dari sektor lain, seperti layanan transportasi Trans Batam dan kepelabuhanan. Namun, kedua sektor ini juga mengalami kendala dalam mencapai target.
”Pendapatan dari kepelabuhanan ditargetkan Rp600 juta, tetapi hanya tercapai Rp500 juta karena tergantung pada jumlah penumpang. Sama halnya dengan parkir, banyak faktor yang memengaruhi, seperti cuaca, hari libur, hingga momen tertentu seperti bulan puasa yang menyebabkan rumah makan tutup,” kata dia.
Menurutnya, retribusi parkir berbeda dengan retribusi sampah yang bisa ditarik secara rutin setiap bulan. Pendapatan dari parkir sangat bergantung pada situasi di lapangan.
Meskipun begitu, Dishub tetap menargetkan pendapatan Rp18 miliar pada 2025. Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah memaksimalkan penjualan stiker parkir.
”Tahun ini sudah mulai ada beberapa OPD yang menganggarkan kendaraan dinas untuk pembayaran stiker. Kami juga akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar semakin banyak yang berlangganan,” kata Salim.
Selain itu, Dishub juga mengandalkan sistem outsourcing untuk meningkatkan pendapatan parkir. Sebanyak 100 lokasi parkir telah disiapkan untuk dikelola oleh pihak ketiga.
”Sistem outsourcing ini menetapkan target pendapatan bagi pengelola. Karena mereka digaji, mereka juga harus mencapai target yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Pada 2024, program outsourcing baru berjalan selama empat bulan dan menyumbang Rp1,4 miliar bagi pendapatan daerah. Dengan operasional penuh selama 12 bulan pada 2025, Dishub berharap pendapatan dari sistem ini bisa mencapai lebih dari Rp5 miliar.
”Kami optimistis dengan adanya sistem ini, target bisa lebih maksimal. Apalagi, skema ini sudah diperhitungkan dengan baik berdasarkan potensi parkir di 100 lokasi yang dikelola,” ujar dia.
Selain optimalisasi stiker dan outsourcing, pihaknya akan terus mendorong penerapan sistem parkir nontunai. Hal ini diyakini dapat meningkatkan transparansi dan efektivitas dalam penarikan retribusi.
”Parkir nontunai akan diterapkan di 100 lokasi yang sudah masuk dalam skema outsourcing. Targetnya, pada 2025 pendapatan dari sistem ini bisa menyumbang lebih dari Rp5 miliar,” katanya.
Anggota DPRD Batam, Fadli, menyatakan dukungannya terhadap inovasi ini. Akan tetapi, dia menekankan perlunya evaluasi berkala agar pendapatan daerah terus meningkat dan masyarakat tidak terbebani secara sepihak.
”Kami mendukung kebijakan parkir berlangganan itu. Tetapi, perlu ada evaluasi sehingga pendapatan juga terus meningkat,” kata dia.
Ia menyoroti tarif parkir yang kini naik dua kali lipat. Menurutnya, dengan naik dua kali lipat, itu harus memberikan dampak nyata bagi daerah. ”Katakanlah mobil itu dulunya Rp2 ribu, sekarang jadi Rp4 ribu. Nah, kita tidak ingin itu tak berdampak pada daerah. Seluruh inovasi kami dukung, tapi harus berdampak lang-sung ke daerah sehingga masyarakat tidak serta merta terbebani,” tambahnya.
Sementara itu, Afri, warga Batam, mengungkapkan bahwa meskipun kenaikan tarif sempat terasa berat di awal, kini masyarakat mulai terbiasa.
”Kalau awal-awal pasti kenaikan tarif parkir itu terasa, sebab kenaikannya dua kali lipat. Tapi sekarang sudah terbiasa dengan itu,” katanya.
Namun, ia berharap pemerintah dapat memastikan transparansi dalam pengelolaan dana parkir. ”Semoga pemerintah dapat bijak lah. Jangan sampai ada kebocoran. Semua itu kan buat Batam juga, nanti semua juga yang merasakan,” katanya. (***)
Reporter : ARJUNA
Editor : RYAN AGUNG