Buka konten ini
BATAM (BP) – Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kepulauan Riau (Kepri) menangkap seorang anggota Polresta Tanjungpinang berinisial SS bersama istrinya, AA, karena diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba. Penangkapan ini dikonfirmasi langsung Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Zahwani Pandra Arsyad.
”Dari hasil informasi Ditresnarkoba, benar bahwa anggota Polresta Tanjungpinang bersama istrinya telah diamankan di daerah Seipanas,” ujarnya, Selasa (11/3). Ia mengungkapkan bahwa penangkapan pasutri tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya.
Awalnya, tim penyidik menangkap seorang kurir narkoba berinisial PG di Pelabuhan Internasional Batam Center. “Saat itu, PG diduga hendak menyelundupkan 185 gram sabu ke negara tetangga,” jelasnya.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, PG mengaku bahwa barang haram tersebut diperolehnya dari SS dan istrinya, AA.
“Informasi ini kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik hingga akhirnya berhasil menangkap pasangan suami istri tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, SS diduga sebagai pengendali peredaran narkoba dalam jaringan tersebut. Keberadaan oknum polisi dalam sindikat ini dianggap berbahaya karena jika tidak segera ditindak, jaringan ini berpotensi berkembang menjadi jaringan internasional.
”Saat ini kami masih melakukan pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut. Jika tidak dicegah, jaringan ini bisa berkembang menjadi lebih luas,” kata Pandra.
Polda Kepri menegaskan akan bertindak tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan aparat kepolisian. “Jika terbukti bersalah, SS akan menghadapi sanksi berat, baik secara pidana maupun etik sebagai anggota kepolisian,” ujarnya.
Kasus ini masih dalam penyelidikan lebih lanjut, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan narkoba tersebut. Polda Kepri berkomitmen dalam Program P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika).
Kasus Pemerasan Berlanjut
Sementara itu, kasus pemerasan yang melibatkan mantan Kasubdit Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Kepulauan Riau, Kompol CP, bersama seorang perwira lainnya di jajaran Polda Kepri, kini berpotensi naik ke proses hukum lebih lanjut.
Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Zahwani Pandra Arsyad, menyatakan bahwa kedua mantan personel kepolisian tersebut telah resmi dipecat usai menjalani sidang disiplin dan Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Namun, hingga saat ini, laporan terkait tindak pidana pemerasan mereka masih dalam tahap awal. Korban baru melaporkan kasus ini ke Propam Polda Kepri, sementara laporan pidana masih dalam proses pengecekan lebih lanjut.
“Laporan yang masuk baru ke Propam. Untuk laporan pidana, kami masih menunggu perkembangannya. Namun, setiap laporan akan ditindaklanjuti secara simultan hingga ada kepastian hukum,” ujar Pandra, Selasa (11/3).
Kasus ini terjadi pada Desember 2024, ketika Kompol CP dan rekannya menangkap seorang warga Batam atas dugaan penyalahgunaan narkotika. Namun, alih-alih memproses kasus sesuai hukum, Kompol CP justru meminta uang damai sebesar Rp20 juta kepada korban agar bisa dibebaskan.
Karena korban tidak memiliki uang tunai, ia dipaksa menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) untuk didaftarkan sebagai peminjam di salah satu aplikasi pinjaman online (pinjol). “Tindakan ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang yang mencoreng nama baik institusi kepolisian. Sebagai anggota Polri, dia sudah melakukan tindakan tercela. Publik harus tahu bahwa dia tidak pantas menjadi polisi yang seharusnya mengayomi masyarakat,” katanya.
Selain Kompol CP dan satu rekannya yang telah dipecat, sebanyak tujuh personel lain di Ditresnarkoba Polda Kepri juga ikut terseret dalam kasus ini. Mereka diduga menikmati uang hasil pemerasan tersebut.
Dalam sidang kode etik yang telah digelar, dua perwira dipecat secara tidak hormat. Sementara tujuh anggota lainnya dikenai sanksi demosi atau penurunan jabatan sebagai bentuk hukuman atas keterlibatan mereka.
Pandra juga mengungkapkan bahwa Kompol CP bukan kali ini saja tersandung masalah etik. Ia telah tiga kali menjalani sidang kode etik karena berbagai pelanggaran sebelumnya.
“Keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ini merupakan akumulasi dari tindakan tercela yang telah berulang kali dilakukan oleh Kompol CP,” jelasnya.
Meskipun telah diberhentikan secara tidak hormat, Kompol CP dan rekannya masih memiliki hak untuk mengajukan banding. Namun, Polda Kepri memastikan bahwa seluruh prosedur telah dijalankan sesuai aturan yang berlaku untuk menjaga transparansi dan profesionalisme dalam penegakan hukum.
“Kami ingin memastikan bahwa tindakan tegas ini menjadi pembelajaran bagi seluruh personel kepolisian agar selalu menjunjung tinggi etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugas,” ujarnya. (*)
Reporter : Azis Maulana
Editor: RYAN AGUNG