Buka konten ini
Berbagai sebutan kontestan Liga 4 Jatim menggelitik karena beda dengan pakem julukan klub-klub di tanah air yang lebih banyak merujuk ke nama binatang. Tapi, tetap punya makna: mulai identitas daerah sampai peristiwa bersejarah.
SEJAK membeli lisensi klub anggota Asprov PSSI Jawa Timur (Jatim) Afa Syailendra pada 2022, yang kemudian diubah namanya jadi Pasuruan United, Suryono Pane sudah tahu apa julukan yang akan dipakai. Yang dia yakini sangat mewakili semangat klub dan identitas Pasuruan.
”Di Pasuruan ini banyak pondok, otomatis santri juga banyak, dan kebanyakan pemain kami juga santri. Jadi, ya paling pas julukannya Santri Mbeling,” ungkapnya ketika dihubungi, Senin (6/1) lalu.
”Mbeling” dalam bahasa Jawa berarti ”nakal”. ”Mbeling dalam arti positif. Tidak takut menghadapi apa pun, jujur,” kata pemilik klub yang berkandang di Stadion Untung Suropati, Kota Pasuruan, tersebut.
Di Liga 4 Jatim musim ini yang diikuti 66 kontestan, klub-klub peserta seperti beradu kreativitas dalam hal julukan. Muncullah sebutan-sebutan yang ”out of the box”, menggelitik, tapi tetap mengandung makna. Tak hanya merujuk ke nama hewan yang selama ini identik dengan klub-klub di tanah air.
Pasukan Pasir Batu, misalnya, pasti mengundang keingintahuan dari mana asalnya. Juga Laskar Gerbong Maut, sesangar itu, apa peristiwa yang melatari. Belum lagi Laskar Okabawes, ”makanan” apa lagi itu?
Sebagian orang boleh garuk-garuk kepala ketika kali pertama mendengar Santri Mbeling. Tapi, menurut Suryono, julukan itu membawa hoki.
Musim lalu Pasuruan United hampir promosi ke Liga 3. ”Sponsor kami juga banyak. Ya karena julukan itu yang mewakili Pasuruan serta bagaimana kami mengelola tim ini secara profesional,” bebernya.
Sebagaimana Santri Mbeling, Pasukan Pasir Batu juga julukan yang disematkan pemilik klub Triple’S Kediri yang bermarkas di Stadion Candra Bhirawa, Pare, Kabupaten Kediri. ”Julukan ini sudah ada sejak tim ini berdiri, dari owner Triple’S saat itu Pak Sony Sandra (almarhum, mantan manajer Persedikab Kabupaten Kediri, red),” ungkap Media Officer Triple’S Aditya Maulana.
Ada semacam pengingat yang terkandung dalam julukan tersebut. Yang merujuk kepada sejarah panjang tim yang lahir pada 1997 tersebut.
”Dulu kan tim ini berasal dari perusahaan pemecah batu. Jadi, dari situ julukan ini muncul,” kata Aditya.
Aditya menyebut, pihaknya sebenarnya pernah mencoba melakukan branding ulang julukan. Pasukan Pasir Batu diganti jadi The Boys karena skuad tim tersebut telah bersama sejak sekolah sepak bola. Tapi, ternyata hasilnya tak seperti yang diharapkan. Pasukan Pasir Batu sudah kadung melekat sebagai bagian identitas Triple’S.
Adapun Laskar Gerbong Maut, julukan Persebo Muda, sebenarnya berasal dari nama kelompok suporter di Bondowoso dulu. Yang kemudian dipakai klub yang bermarkas di Stadion Magenda, Bondowoso, tersebut.
Bond perserikatan di Bondowoso sebenarnya Persebo. Tapi, karena sudah diakuisisi dan berganti nama jadi Madura FC, Marsuki pun memutuskan mendirikan klub baru bernama Persebo Muda pada 2017.
Julukan dari suporter dipakai karena sesuai dengan marwah dan filosofi tim. ”Kan di Bondowoso juga ada Monumen Gerbong Maut,” ujarnya.
Peristiwa Gerbong Maut adalah tragedi pemindahan 100 pejuang Indonesia yang ditawan Belanda dari Bondowoso ke Surabaya pada 23 November 1947. Karena gerbong tanpa ventilasi, juga tak ada pasokan minum serta makan, sebanyak 46 pejuang di antaranya meninggal.
Karena julukan tersebut, Marsuki sempat kepikiran mengajak kerja sama PT KAI untuk menjadi sponsor. ”Tapi, belum kesampaian. Mung-kin ke depan akan kami lakukan pendekatan karena yang punya julukan ada unsur kereta api kan hanya kami,” ucapnya.
Tentu tujuan akhirnya untuk mencari prestasi. Bukan bermain-main dengan maut.
Sama seperti Mojokerto FC yang menyebut diri mereka Laskar Okabawes.
Tak ada maksud sombong. Hanya ingin menunjukkan semangat tinggi karena mereka punya okabawes alias ”otot kawat balung wesi”. (***)
Reporter: FARID S. MAULANA
Editor : RYAN AGUNG