Buka konten ini
Pulau Bayan Tanjungpinang memiliki sejarah penting sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh, khususnya pada masa kegemilangan Kerajaan Riau-Lingga Johor Pahang tahun 1700 hingga 1784.
Pulau Bayan yang melegenda ini lokasinya sangat strategis di sekitar Hulu Riau Tanjungpinang. Berada di tengah perlintasan Hulu Riau, menjadikan Pulau Bayan sebagai titik penting sebagai benteng pertahanan yang tangguh.
Pulau ini juga menjadi tempat bala tentara Raja Haji Fisabilillah untuk mengasah kemampuan berperang, berdiam diri dan menjadi tempat persiapan untuk berjihad melawan musuh yang datang menyerang.
Selain itu, Pulau Bayan digunakan sebagai salah satu benteng untuk mempertahankan Kerajaan Riau Lingga Johor Pahang dari ancaman kolonial yang berusaha merebut pengaruh di wilayah Kepulauan Riau.
Sama seperti benteng-benteng lainnya di sekitar Tanjungpinang, benteng pertahanan di Pulau Bayan juga dilengkapi dengan meriam yang berfungsi untuk mengamankan jalur laut.
Pulau Bayan juga berdekatan dengan Pulau Penyengat yang juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pusat pertahanan Kesultanan Riau-Lingga. Saat itu, Pulau Bayan kemungkinan menjadi bagian dari sistem pertahanan terpadu bersama benteng pertahanan di Pulau Penyengat.
Pada masa kolonial berkuasa, peran Pulau Bayan sebagai benteng pertahanan mulai berkurang. Saat itu, Pulau Bayan Tanjungpinang sempat dijadikan Residen Riau pertama oleh pemerintah kolonial.
Masa itu, penjajah kolonial menyadari pentingnya posisi strategis Pulau Bayan dan wilayah sekitarnya. Sehingga pemerintah kolonial memperkuat kontrol atas area Pulau Bayan untuk menunjukkan dominasi di Hulu Riau Tanjungpinang.
Menurut Peneliti Sejarah BRIN Dedi Arman, saat ini Pulau Bayan tidak lagi menyisakan struktur bangunan istana dan benteng pertahanan. Namun tetap dikenang sebagai bagian dari sejarah benteng pertahanan di wilayah Tanjungpinang.
Selain itu, Pulau Bayan dan sekitarnya adalah bukti penting bagaimana kerajaan masa lalu mengelola benteng pertahanan strategis untuk melindungi wilayah dan jalur perdagangan di Hulu Riau Tanjungpinang.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1942 hingga tahun 1945, setelah penjajah kolonial angkat kaki dari Tanjungpinang, penjajah Jepang juga pernah menguasai Pulau Bayan Tanjungpinang.
Dalam catatan sejarah, kata Dedi, di Pulau Bayan, berdiri istana atau kediaman Raja Haji Fisabilillah. Setelah Raja Haji Fisabilillah syahid, Yang Dipertuan Muda V Raja Ali menempati istana di Pulau Bayan Tanjungpinang. Kini tapak istana di pulau mungil tersebut, tidak lagi berbekas.
Saat itu, Yang Dipertuan Muda V Raja Ali yang memiliki kewenangan mengurus urusan militer, pemerintahan dan ekonomi kerajaan, juga menjadikan Pulau Bayan sebagai benteng pertahanan.
”Setelah Raja Haji Fisabilillah wafat saat bertempur melawan kolonial di Teluk Ketapang Malaka, Raja Ali lah yang kemudian menjadi pemimpin perang melawan kolonial,” ungkapnya, Selasa (7/1).
Yang Dipertuan Muda V Raja Ali, juga menjadikan Pulau Bayan Tanjungpinang sebagai kantor pemerintahan, hingga akhirnya wafat dan kemudian dimakamkan di Tanjungpinang.
”Raja Ali yang pernah menempati Pulau Bayan ini dimakamkan di kawasan Tanjungunggat Tanjungpinang,” terang Dedi.
Selain sebagai benteng pertahanan untuk melindungi wilayah dari serangan musuh dan tempat bala tentara bersiap untuk berjihad melawan penjajah kolonial, Pulau Bayan juga memiliki peran penting lainnya yaitu untuk mengawasi jalur perdagangan di Hulu Riau Tanjungpinang.
”Pulau Bayan ini terletak di tengah lintasan perdagangan kapal dagang ke Bandar Riau yang berada di Hulu Riau Tanjungpinang,” jelasnya.
Pulau Bayan yang kini memiliki luas lebih kurang sekitar 163.494 meter persegi, berdiri bekas hotel mewah yang dibangun sekitar tahun 1980-an. Hotel dan Resort bernama Marina Club kini menjadi bangunan tua yang terbengkalai.
Hotel dan Resort tersebut terbuat dari bahan kayu berkualitas tinggi yang diklaim didatangkan dari kawasan Kalimantan. Di hotel ini juga terdapat sebuah kolam renang yang dapat dinikmati tamu yang merupakan turis asing dari Eropa, Singapura dan beberapa negara lain di Asia.
Menurut penuturan masyarakat setempat, pada 1990-an, seorang turis asing mengalami kecelakaan di kolam renang yang ada di hotel tersebut.
Sejak kecelakaan itu, kunjungan ke Pulau Bayan mulai sepi bahkan tidak ada lagi turis asing yang singgah menginap sehingga Pulau Bayan Tanjungpinang tampak tidak berpenghuni lagi.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah keluarga yang berprofesi sebagai nelayan asal Flores Nusa Tenggara Timur, pernah menempati sekaligus menjaga Pulau Bayan Tanjungpinang.
Kini, secara administratif Pulau Bayan masuk wilayah Kecamatan Tanjungpinang Barat.
Sedangkan pulau bersejarah lainnya seperti Pulau Penyengat masuk wilayah Kecamatan Tanjungpinang Kota. Pulau Dompak, Pulau Basing, Pulau Los hingga Pulau Sekatap, masuk wilayah Kecamatan Bukit Bestari.
Saat ini, Perairan Pulau Bayan juga dimanfaatkan menjadi tempat bersandar kapal nelayan dan Pulau Bayan menjadi tempat persinggahan para nelayan sebagai tempat untuk sekedar beristirahat. (***)
Reporter : YUSNADI NAZAR Editor : ANDRIANI SUSILAWATI