Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Sektor manufaktur diproyeksikan lebih menjanjikan pada 2025. Salah satu faktor yang menopang optimisme tersebut adalah kenaikan purchasing manager’s index (PMI) manufaktur sebesar 1,6 poin yang menunjukkan daya tahan sektor manufaktur nasional.
Pada Desember 2024, PMI Indonesia menunjukkan kondisi ekspansif lantaran berada di atas posisi 50,0 atau persisnya 51,2 poin. ”Angka PMI ini sekali lagi membuktikan bahwa tanpa adanya regulasi yang ideal, PMI naik. Kalau regulasi yang dibutuhkan industri bisa diterbitkan, saya yakin performa industri akan terbang,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, peningkatan PMI pada akhir tahun lalu di luar perkiraan pemerintah. Tren ekspansif sektor manufaktur Indonesia berakhir pada Juli 2024 seiring dengan susutnya PMI Indonesia ke level 49.3.
Padahal, kala itu indeks PMI tercatat di atas 50,0 selama 34 bulan berturut-turut atau sejak September 2021. Karena itu, Menperin memproyeksi 2025 menjadi tahun yang menjanjikan bagi sektor manufaktur.
Direktur S&P Global Market Intelligence Paul Smith me-ngatakan, kenaikan PMI Indonesia pada Desember 2024 disebabkan oleh optimisme para pelaku industri terhadap potensi peningkatan permintaan pada tahun ini. Smith menemukan, sebagian perusahaan industri memproyeksikan peningkatan produksi dalam beberapa bulan ke depan.
”Mayoritas perusahaan mengantisipasi peningkatan produksi pada tahun ini dengan meningkatnya stabilitas ekonomi makro dan proyeksi perbaikan daya beli,” ujarnya.
Dari perspektif pelaku usaha, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan, keputusan pemerintah terkait pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah memberikan ruang sekaligus momentum bagi industri nasional tetap kompetitif. Selain itu, turut mendorong keberlanjutan.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, pihaknya bersama asosiasi pengusaha khususnya di sektor ritel mengapresiasi keputusan pemerintah terkait kenaikan PPN hanya untuk barang mewah.
Menurut dia, kenaikan PPN menjadi 12 persen untuk barang-barang mewah yang dikonsumsi kelompok atas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 merupakan langkah strategis yang akan mampu menjaga stabilitas daya beli masyarakat kelas menengah.
”Kebijakan ini juga memberikan ruang bagi industri nasional untuk tetap kompetitif sekaligus mendorong keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” ujar Arsjad.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia Suryadi Sasminta menambahkan, dalam implementasinya, pengusaha memahami dan mengerti sepenuhnya mengenai perubahan tata cara penghitungan dan pembuatan faktur sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024.
Dunia usaha menyadari bahwa pemasukan negara melalui pajak menjadi semakin penting, khususnya dalam rangka mencapai target pertumbuhan ekonomi menuju 8 persen. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : YUSUF HIDAYAT