Buka konten ini
Serangan siber (cyber attack) yang terus meningkat membuat masyarakat Indonesia rentan menjadi korban kejahatan siber (cybercrime). Cyberity Network pun tergerak memberikan edukasi. Terutama bagi mereka yang awam dengan isu keamanan siber.
”Kejahatan digital apa saja yang pernah dialami?” tanya Muh. Ansari, anggota tim Cyberity Network, kepada peserta pelatihan literasi digital yang berlangsung di salah satu desa di Bantul, Jogjakarta, beberapa waktu lalu. Pertanyaan pancingan itu langsung ditanggapi.
”Telepon penipuan,” sahut sebagian peserta.
Jawaban itu memantik suasana workshop menjadi lebih seru. Satu per satu peserta menceritakan kejahatan siber yang pernah dialami. Selain panggilan spam yang menjurus pada penipuan, ada pula yang sempat kehilangan uang puluhan juta rupiah setelah menjual ponsel.
Awalnya, korban tersebut menceritakan bahwa uang puluhan juta rupiah yang dia simpan di bank tiba-tiba raib.
Ansari pun menelusurinya dengan menanyakan detail kronologi sebelum uang tersebut hilang.
”Saya tanya, apakah pernah nge-klik link tidak jelas?” ujar Ansari kepada Jawa Pos (grup Batam Pos), Kamis (2/1).
Ketika ditanyai lebih detail, korban baru sadar bahwa peristiwa uang hilang itu terjadi tidak lama setelah menjual ponsel. Dia lupa menghapus data-data di gadget. Ansari pun menjelaskan bahwa kejadian tersebut bisa dikatego-rikan kejahatan siber akibat kebocoran data.
”Respons peserta itu langsung kaget ketika tahu bahwa itu adalah cybercrime,” ucapnya.
Tingkat Keamanan Siber Rendah
Ansari memaklumi kenapa masyarakat, apalagi yang tinggal di perdesaan, kurang begitu memahami isu keamanan siber. Mengacu data National Cyber Security Index (NCSI), tingkat keamanan siber di Indonesia per 2023 masih tergolong rendah karena mendapatkan skor 63,64.
Cyberity paham betul bahwa masyarakat punya tingkat pemahaman yang berbeda-beda mengenai keamanan siber. Misalnya, masyarakat yang melek teknologi cenderung mudah memahami isu cyber security kendati disampaikan dengan bahasa teknis. Seperti web attack, phishing, hingga virus ransomware.
Hal tersebut berbeda dengan orang awam yang kurang mengikuti perkembangan teknologi. Penyesuaian terhadap situasi itulah yang dilakukan tim Cyberity.
”Di beberapa desa yang kami datangi, jujur masih banyak yang belum sadar bahayanya kejahatan siber. Pemahaman mereka masih dasar,” tuturnya.
Apalagi melihat perkembangan teknologi yang begitu pesat sekarang ini. Salah satunya kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan disinformasi atau berita bohong (hoax).
Perkembangan itu membuat pelaku kejahatan digital kian canggih. Misalnya, penipuan dengan modus panggilan video (video call/VC) menggunakan wajah artis ternama. Dalam panggilan VC itu, penipu berperan seolah-olah artis yang memberikan hadiah (give away) kepada korban.
Setelah menginformasikan hadiah tersebut, pelaku kemudian mengarahkan korban membayar biaya administrasi dengan cara transfer bank. Setelah uang dikirim, hadiah yang dijanjikan tidak kunjung terealisasi.
”Modus semacam itu telah banyak memakan korban dan sempat viral di media sosial,” tuturnya.
Ancaman Nasional
Ketua Cyberity Foundation Arif Kurniawan menjelaskan, edukasi tentang modus kejahatan siber menjadi kebutuhan mendasar saat ini. Tidak hanya untuk masyarakat, tapi juga pemerintah dan dunia usaha. Di tataran global, isu tersebut menjadi perhatian karena telah menjadi ancaman keamanan nasional.
Selain rutin memberikan edukasi lewat berbagai konten populis di media sosial, Cyberity merancang medium informasi tentang keamanan siber bagi anak-anak. Salah satunya berbasis cerita bergambar. Itu mengingat cybercrime tidak hanya menyasar kalangan remaja dan orang dewasa, tapi juga anak-anak.
”Keamanan siber dan perlindungan data pribadi bukan topik yang gampang dipahami oleh anak-anak,” katanya.
Arif pun mendorong pemerintah tidak tinggal diam dengan masalah kejahatan siber yang semakin mengancam. ”Perlu ada regulasi yang terintegrasi untuk mengatasi persoalan ini,” imbuhnya.
Lewat edukasi dan inovasi media penyampaian informasi, Arif berharap makin banyak warga yang sadar dengan isu keamanan siber. Terutama, anak-anak saat ini masuk kategori rentan terpapar kejahatan siber. ”Ini menjadi tugas kita bersama untuk melindungi anak-anak kita,” pungkasnya. (***)
Reporter: AGUS DWI PRASETYO
Editor : YUSUF HIDAYAT