Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Komisi II DPR RI akan memulai pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu seusai reses akhir bulan nanti. Putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden menjadi salah satu norma yang akan diakomodasi.
Wakil Ketua Komisi II Bahtra Banong mengatakan, sebagaimana amanat putusan MK No 62/PUU-XXII/2024, DPR harus merumuskan implementasi teknis dalam UU Pemilu nanti. Itu sejalan dengan agenda Komisi II DPR RI yang sudah berencana merevisi paket UU Politik, termasuk UU Pemilu.
”Setelah masa reses tanggal 20 Januari, kami di komisi II akan membahas ini,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (4/1).
Bahtra menjelaskan, revisi UU Pemilu akan dilakukan secara holistik. Sesuai usulan komisi II ke badan legislasi dan pimpinan DPR, revisi UU akan mencakup paket politik dalam bentuk omnibus law politik. ’”Artinya, ini satu derap langkah ke depan dalam rangka memperbaiki sistem pemilu kita secara keseluruhan,” imbuhnya.
Bahtra menambahkan, mes-ki putusan MK memberi peluang banyaknya kandidat dalam pilpres, komisi II dan pemerintah akan mengikuti lima pedoman yang sudah disampaikan MK untuk melakukan rekayasa konstitusional. Itu agar tidak muncul pasangan calon yang terlalu banyak.
Dalam pandangannya, norma di UU Pemilu harus ada unsur keadilan bagi partai. Misalnya, partai yang baru dibentuk tidak disamakan dengan partai yang sudah lolos verifikasi dan ikut pemilu.
”Nah, ini perlu kajian mendalam dari berbagai pihak,” paparnya.
Bahtra berharap agar publik bisa bersabar menunggu evaluasi secara keseluruhan pelaksanaan pemilu serentak, mulai dari pilpres, pileg, hingga pilkada. Apalagi, Pilpres 2029 masih cukup lama.
Tiga Klaster
Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos mengatakan, penghapusan PT akan membuka kans banyak tokoh alternatif. Dia membagi dalam tiga klaster alternatif. Pertama adalah tokoh yang tidak berpartai tapi punya basis massa seperti Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming Raka.
Klaster kedua adalah tokoh dari partai-partai kecil. Misal-nya, Anis Matta dan Fahri Hamzah di Partai Gelora, Kaesang Pangarep di PSI, Amien Rais di Partai Ummat, Anas Urbaningrum di PKN, Yusril Ihza Mahendra di PBB, atau Sandiaga Uno di PPP.
Sementara klaster alternatif ketiga adalah tokoh dari partai besar yang minim popularitas, tapi penentu pengambilan kebijakan di partai. Misalnya, Bahlil Lahadalia, AHY, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, Ahmad Syaikhu, dan Puan Maharahi.
”Semua tokoh dari tiga klaster elite di atas otomatis hidup dan aktif,” imbuhnya.
Meski akan melahirkan banyak kandidat, Subiran meyakini pada akhirnya tetap akan mengerucut pada poros tertentu. Sebab, perilaku elite politik akan tepat bekerja sama untuk merebut, mempertahankan, atau menjatuh-kan kekuasaan asal motif kepentingannya sama.
Misalnya, koalisi KIM atau kubu oposisi, yakni PDIP Anies, yang masih akan diikat oleh motif kepentingan yang sama. Di sisi lain, Subiran menganggap sosok Prabowo dan Gibran masih merupakan kandidat terkuat untuk pencapresan ke depan meskipun banyak kandidat alternatif. Sebab, keduanya kandidat petahana yang mengendalikan segala akses elektoral, juga karena popularitas.
Apakah Prabowo dan Gibran (Jokowi) punya potensi pecah kongsi? Subiran menilai ada dua perspektif. Jika relasi dan koalisi Prabowo-Gibran didasari oleh nafsu kekuasaan semata, keduanya bisa saja pecah kongsi di 2029.
”Tapi, jika koalisi dan relasi keduanya dipahami dalam konteks keberlanjutan pemerintahan, keduanya tidak akan pecah kongsi di 2029,” terangnya.
Terpisah, meski kans kian terbuka, partai politik belum mau buru-buru menyiapkan calon. Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menegaskan, PAN masih setia dengan Prabowo.
”Yang paling setia dengan Prabowo kan PAN. Tiga kali dukung,” ujarnya seusai ratas di Istana.
Soal 2029, Yandri menyebut masih lama dan akan diputus-kan nanti. Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Dia menyebut sikap partai masih akan diputus lama.
”Masih lama, masih panjang,” imbuhnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO