Buka konten ini
BATAM (BP) – Pengadilan Negeri Batam kembali menggelar sidang lanjutan perkara narkotika jenis sabu seberat 40 kilogram dengan enam terdakwa, yakni Masri, Iskandar, Muslem, Syahril, Ali, dan Halim. Sidang yang digelar, Kamis (22/5) itu menghadirkan dua orang saksi, termasuk Ar, istri dari terdakwa utama, Masri.
Dalam keterangannya, Ar mengaku bahwa ia dan suaminya memiliki rumah di kawasan Sukajadi, Batam. Ia juga menyebutkan bahwa Masri memiliki tiga warung runcit atau kelontong serta usaha penjualan rokok yang sudah dijalani sebelum mereka menikah.
Namun, ketika majelis hakim yang dipimpin Hakim Wattimena mengonfirmasi soal penyitaan sejumlah aset, seperti surat rumah, kendaraan, kebun, serta dua unit iPhone 14 dan 15 yang disebut milik anaknya, Ar bersikeras bahwa semua dibeli dari uang miliknya pribadi.
“Kan ini tidak sesuai dengan jenis usaha yang dikerjakan oleh terdakwa, begitu juga dengan rumah yang saksi miliki,” ujar Hakim Wattimena menanggapi kesaksian tersebut.
Ar juga mengaku tidak pernah menanyakan dari mana asal pendapatan Masri, karena seluruh kebutuhan rumah tangga selalu terpenuhi. Bahkan, ia menerima uang bulanan sebesar Rp7 juta.
“Saya tahu suami saya ditangkap di Medan. Saya tidak mengenal terdakwa lainnya, kecuali Iskandar yang saya kenal melalui suami,” ujarnya.
Hakim kemudian menanyakan kepada saksi apakah ia mengetahui ancaman hukuman dari perbuatan terdakwa? Ar mengaku baru mengetahui bahwa suaminya terancam hukuman mati setelah menjenguk Masri di Kantor BNNP Kepri.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota, yakni para terdakwa akan saling memberikan kesaksian satu sama lain.
“Agenda berikutnya adalah saksi mahkota, Senin (26/5) pekan depan,” kata Hakim Wattimena.
Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Masri dan lima terdakwa lainnya diduga terlibat dalam jaringan peredaran sabu lintas provinsi. Kasus ini bermula dari pertemuan Masri dengan seorang buronan bernama Fakhri alias Heri, yang kemudian mengatur komunikasi antarterdakwa.
Masri ditangkap pada 1 Desember 2024 di sebuah kafe di Medan, setelah sebelumnya menemani seseorang bernama Andi membeli benih sawit di Tanjung Morawa. Saat itu, Masri tengah duduk bersama terdakwa Iskandar ketika petugas BNNP Sumut melakukan penangkapan.
Penangkapan tersebut merupakan hasil pengembangan dari penangkapan terdakwa Muslem oleh BNNP Kepri di Batam pada 29 November 2024, saat sabu seberat 40 kilogram dijemput di Pantai Nemo, Teluk Mata Ikan, Nongsa.
Barang bukti sabu telah diperiksa oleh BPOM Batam dan hasil laboratorium menyatakan positif mengandung metamfetamin, yang termasuk dalam Narkotika Golongan I berdasarkan UU RI No. 35 Tahun 2009 dan Permenkes No. 44 Tahun 2019.
Masri dan para terdakwa lainnya dijerat Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati. (*)
Reporter : Azis Maulana
Editor : RYAN AGUNG