Buka konten ini
NONGSA (BP) – Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Batam mendampingi seorang anak perempuan berusia enam tahun di Kecamatan Nongsa yang diduga menjadi korban rudapaksa oleh ayah tirinya. Kasus ini telah dilaporkan secara resmi ke kepolisian dan kini dalam penanganan intensif UPT PPA.
Kepala UPT PPA Kota Batam, Dedy Suryadi, mengatakan pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap korban dan ibunya. Menurutnya, kondisi anak masih sangat rentan secara psikologis.
“Kami melakukan asesmen terhadap ibu dan anak. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana trauma yang dialami anak serta kondisi emosional ibunya. Saat ini, kami belum bisa menyimpulkan karena butuh proses,” ujar Dedy, Minggu (18/5).
Berdasarkan hasil visum sementara, ditemukan indikasi luka robek pada bagian sensitif korban. Namun, Dedy menegaskan bahwa anak seusia itu belum tentu dapat mengungkapkan rasa sakit secara verbal.
“Namanya anak-anak, mereka tidak selalu bisa mengatakan sedang sakit atau tidak nyaman. Maka kami lebih banyak mengamati respons psikologisnya,” lanjutnya.
UPT PPA juga memberikan penguatan kepada sang ibu, yang diketahui bekerja sebagai pengamen jalanan. Dedy menyebut kondisi sosial ekonomi keluarga turut menjadi perhatian, terlebih sang ibu kini memiliki keluarga baru.
“Kami akan berdiskusi lebih lanjut dengan ibunya. Dalam situasi seperti ini, belum tentu anak bisa kembali tinggal bersama sang ibu, apalagi jika ada dinamika keluarga baru di sana,” ujar Dedy.
Ia menambahkan, pihaknya berharap ada tempat rujukan yang layak demi kepentingan terbaik anak. UPT PPA Batam akan terus berkoordinasi lintas instansi untuk memastikan perlindungan maksimal bagi korban.
Sementara itu, berdasarkan data UPT PPA Kota Batam sepanjang Januari hingga April 2025, tercatat 84 kasus kekerasan, dengan 64 di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Jenis kekerasan tersebut mencakup kekerasan fisik, eksploitasi, hingga tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pada korban perempuan, tercatat 20 kasus, didominasi kekerasan fisik dan bentuk kekerasan lainnya.
Meski angka pelaporan meningkat, Dedy menilai hal itu sebagai indikator bahwa korban mulai berani mencari keadilan.
“Ini bukan berarti kekerasan makin marak, tetapi keberanian untuk bersuara mulai tumbuh karena adanya dukungan dari banyak pihak,” ujarnya.
UPT PPA saat ini memperkuat layanan konseling dan pemulihan trauma (trauma healing). Tidak hanya bagi korban, tetapi juga untuk keluarga mereka yang kerap kali membutuhkan pendampingan agar mampu menjadi sistem pendukung yang efektif.
“Korban membutuhkan lingkungan yang mendukung, bukan menyalahkan. Sayangnya, masih banyak yang justru mendapat stigma dari keluarga atau tetangga. Ini memperberat proses pemulihan mereka,” kata Dedy.
Pada 2024 lalu, UPT PPA mencatat 219 kasus kekerasan terhadap anak dan 47 kasus kekerasan terhadap perempuan. Mayoritas merupakan kekerasan seksual dan fisik. Tren ini memperlihatkan pentingnya pendekatan jangka panjang, khususnya dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat.
Sebagai bentuk upaya terpadu, UPT PPA menggandeng rumah sakit, LSM, dan kepolisian dalam memperluas layanan pengaduan serta pendampingan psikologis. Dedy berharap semakin banyak korban yang bisa segera tertangani, baik dari aspek hukum maupun mental.
“Kami ingin Batam menjadi tempat yang aman, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara psikologis bagi seluruh korban kekerasan,” tutupnya. (***)
Reporter : Rengga Yuliandra
Editor : RATNA IRTATIK