Buka konten ini
Selain memperhatikan kesejahteraan buruh, pemerintah juga bakal memberikan bantuan untuk guru honorer dan yang belum lulus D-4 atau S-1. Bantuan tersebut diserahkan Presiden Prabowo Subianto hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, bantuan itu merupakan wujud perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru honorer. Sebab, mereka menjadi ujung tombak pendidikan di daerah-daerah. “Insyaallah akan ada pencanangan program transfer langsung untuk guru honorer. Masing-masing guru akan mendapatkan Rp300 ribu per bulan,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bantuan sebesar Rp3 juta per semester bagi guru-guru yang menempuh pendidikan D-4 atau S-1. Bantuan itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kualifikasi para tenaga pendidik di seluruh Indonesia.
Peluncuran program tersebut menjadi bagian dari tiga prioritas Presiden Prabowo Subianto di bidang pendidikan yang akan diumumkan pada momen Hardiknas. Sementara, dua program lain yang akan diluncurkan mencakup renovasi dan pembangunan 10.440 sekolah. Ada pula digitalisasi pendidikan melalui bantuan smart classroom untuk 15.000 sekolah. Menurut Mu’ti, peringatan Hardiknas tahun ini bukan hanya seremonial, tetapi juga momentum konkret untuk mempercepat pemerataan dan kualitas pendidikan nasional.
Disambut Positif
Rencana pemerintah di bidang pendidikan itu diapresiasi organisasi guru. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai, itu akan menjadi kado indah bagi guru-guru honorer sekolah dan madrasah saat peringatan Hardiknas. “Kami dari P2G sangat mengapresiasi. Kalau boleh, kami berharap nominal yang ditransfer minimal Rp500 ribu ya sukur bisa sampai Rp1 juta,” jelasnya.
Selain berharap nominalnya lebih tinggi, Satriwan juga meminta penyalurannya memperhatikan sejumlah hal. Misalnya, bantuan tersebut diberikan kepada seluruh guru honorer baik yang mengajar di sekolah negeri, swasta, maupun madrasah. Sebab, guru-guru honorer madrasah kerap terlupakan oleh sistem atau oleh kebijakan yang ada. “Kemudian pendataannya yang betul-betul objektif dan valid. Jangan sampai ada guru-guru honorer yang tidak mendapatkannya, padahal mereka berhak,” ungkapnya.
Karena itu, dia mengusulkan adanya posko pengaduan bagi guru. Kemendikdasmen dan Kemenag dapat membuka hotline pengaduan untuk memfasilitasinya. “Kami juga berharap, dana transfer itu langsung ke rekening guru. Tidak lewat dinas pendidikan atau pemerintah provinsi, pemerintah daerah,” paparnya.
Sementara, untuk jangka panjang, P2G berharap agar pemerintah menetapkan standar upah bagi guru non-ASN. Menurut Satriawan, itu bisa menjadi salah satu solusi meningkatkan kesejahteraan tenaga pengajar non-ASN termasuk guru honorer.
Dia menambahkan, pekerja atau buruh punya patokan upah yang tertuang pada upah minimum regional (UMR). Nomonalnya menyesuaikan kondisi masing-masing daerah. Sedangkan guru-guru honorer tidak memiliki itu. Ada yang diberikan Rp 1 juta, bahkan ada yang hanya Rp300 ribu per bulan. Itu pun pembayarannya dirapel per 3 bulan sekali karena mengikuti pencairan dana Bantuan Ope-rasional Sekolah (BOS).
Satriawan menuturkan, sesuai dengan UU Guru dan Dosen pasal 14, dijelaskan bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.
“Guru berhak mendapatkan kesejahteraan, jaminan kesejahteraan di atas kebutuhan minimum. Artinya mestinya standar upahnya itu bukan upah minimum kayak buruh, tapi harapannya lebih dari itu,” paparnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO