Buka konten ini
BATAM KOTA (BP) – Seorang anggota polisi aktif, Teddy Syafriadi, menjalani sidang perdana di Pengadilan Nege-ri Batam atas dugaan penggelapan sepeda motor milik rekannya sesama polisi. Sidang yang digelar Rabu (16/4) itu beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaan, JPU membeberkan kronologi kasus yang bermula saat Teddy tengah menjalani sanksi Penempatan Khusus (Patsus) di Gudang Samapta Polda Kepri, Batubesar, Nongsa, pada 18 November 2024. Di masa itu, ia kembali dinyatakan positif narkoba melalui tes urine oleh Bid Propam Polda Kepri.
Teddy memang bukan nama baru dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Pada Januari 2024, ia dinyatakan positif ekstasi dan dijatuhi sanksi Patsus selama tujuh hari. Pada Juli 2024, hasil tes urinenya kembali positif. Ia pun disidang etik dan dijatuhi demosi selama tiga tahun, Patsus selama 23 hari, serta wajib menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Namun, belum selesai menjalani sanksi, Teddy kembali berulah. Setelah dinyatakan positif narkoba pada 18 November, ia kabur dari pengawasan dan membawa kabur sepeda motor milik rekannya, Bripda Muhamad Rizki Candra. Motor Honda Beat warna silver dengan pelat nomor BP 3471 UO itu awalnya dipinjam dengan alasan hendak ke rusun. Tapi Teddy tak pernah kembali.
Ia bahkan mengganti pelat nomor asli dengan pelat palsu BP 2579 FR yang dibelinya dari sebuah toko stiker di Legenda Malaka. Tak hanya itu, Teddy juga memodifikasi tampilan motor agar tak dikenali dan membuang pelat nomor aslinya.
Aksi penggelapan itu terbongkar setelah beberapa rekan korban, termasuk saksi bernama Sandri dan anggota Provos, mengenali Teddy dari ciri fisik dan seragam dinas yang dikenakannya saat membawa motor. Teddy akhirnya dibekuk Tim Paminal Polda Kepri pada 24 November 2024, di sebuah rumah kos di Tiban, Batam.
Dalam interogasi, Teddy mengaku telah menggadaikan motor itu untuk memenuhi kebutuhan pribadinya selama pelarian.
Di persidangan, kuasa hukum Teddy menyampaikan keberatan atas dakwaan jaksa. Mereka mengajukan permohonan agar perkara diselesaikan me-lalui jalur restorative justice, mengingat telah ada surat perdamaian resmi antara pelapor dan terdakwa.
“Kami keberatan karena perkara ini tetap berlanjut mes-kipun sudah ada perdamaian secara resmi antara kedua belah pihak,” kata kuasa hukum Teddy.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim Monalisa menyatakan masih membuka peluang penyelesaian secara damai.
“Kami akan mempelajari permohonan restorative justice ini dan mempertimbangkan teknis pelaksanaannya jika memenuhi syarat,” ujar Hakim Monalisa. (*)
Reporter : Azis Maulana
Editor : RATNA IRTATIK