Buka konten ini
TANJUNGPINANG (BP) – Para mahasiswa yang ada di Kota Tanjungpinang, Kepri menolak disahkannya Undang-undang TNI, yang dinilai tidak pro dengan masyarakat sipil. Ratusan mahasiswa itu melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Kepri, pada Senin (24/3). Mahasiswa tersebut terdiri dari berbagai organisasi, di antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Massa datang menggunakan satu mobil pikap yang dileng-kapi dengan bendera dari berbagai organisasi mahasiswa. Mereka juga membawa spanduk sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut.
Dalam orasinya, perwakilan HMI Tanjungpinang, Ilham Bani, menolak adanya UU TNI yang dinilai dapat mencederai masyarakat dan konstitusi. Bahkan, disahkannya Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang TNI ini dilakukan secara diam-diam dan mendadak.
“Cabut UU TNI. Jangan ada dwifungsi TNI. Adanya UU TNI ini sangat berbahaya,” kata Ilham Bani.
Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kepri menerima aspirasi ratusan mahasiswa, yang melakukan aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang (UU) TNI, pada Senin (24/3). Aspirasi tersebut nantinya akan disampaikan ke DPR RI.
Para massa tersebut ditemui oleh Anggota DPRD Kepri, Bobby Jayanto usai mereka melakukan aksi demonstrasi di depan pintu masuk kawasan Gedung DPRD Kepri, Dompak Tanjungpinang. Aspirasi soal penolakan UU TNI yang telah direvisi tersebut pun diterima. “Sesuai dengan mekanismenya, semua aspirasi yang kita terima, harus dilaporkan dulu ke Pimpinan DPRD Kepri. Termasuk hasil dari pertemuan ini,” kata Boby Jayanto, usai menemui massa demonstrasi.
Kendati demikian, ia berharap pimpinan DPRD Kepri dapat melakukan rapat, untuk menyikapi aspirasi masyarakat Kepri, yang disampaikan oleh ratusan mahasiswa tersebut. Yang terpenting, menurutnya aspirasi tersebut diterima oleh DPRD Kepri. “Yang penting aspirasi dari masyarakat ini tersampaikan. Semoga bisa memberikan tanggapan yang terbaik,” pungkasnya.
Upaya pemerintah dalam merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini memang menjadi sorotan publik. Para pendemo menilai revisi ini berpotensi membuka kembali jalan bagi dwifungsi militer, konsep yang telah dihapus dalam reformasi 1998.
Mereka juga menolak UU TNI yang dianggap mengancam demokrasi, mendesak prioritas revisi terhadap UU Peradilan Militer, serta menolak pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif.
“Kami menolak dengan tegas revisi UU TNI ini karena bertentangan dengan semangat reformasi 1998. Revisi ini tidak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga membuka celah bagi intervensi militer dalam ranah sipil,” ujar Tomi Suryadi, Pj Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tanjungpinang-Bintan.
Selain itu, proses revisi UU TNI dilakukan dengan tergesa-gesa dan melangkahi berbagai prosedur, termasuk kurangnya transparansi dan minimnya partisipasi publik.
“Pembahasan RUU ini dilakukan tanpa mekanisme yang jelas dan tidak melalui sosialisasi oleh Badan Legislasi DPR. Ini jelas merugikan masyarakat,” tambahnya. (***)
Reporter : MOHAMAD ISMAIL
Editor : ANDRIANI SUSILAWATI