Buka konten ini
BATAM (BP) – Sidang lanjutan kasus keterlibatan 10 mantan anggota polisi yang pernah bertugas di Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polresta Barelang dalam dugaan pemufakatan jahat kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Senin (24/3). Agenda persidangan masih mendengarkan keterangan dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang dipimpin hakim Tiwik, didampingi Douglas dan Andi Bayu.
Saksi pertama, yakni Didi Wahyudi, Kasi Keuangan Bagian Pengeluaran Polresta Barelang. Dalam keterangannya, Didi menegaskan bahwa pengeluaran anggaran untuk Satres Narkoba Polresta Barelang sudah sesuai peruntukan. ”Sudah sesuai, karena pengeluaran tidak hanya untuk Satres Narkoba, tetapi juga untuk bagian lainnya,” ujar Didi.
Didi juga tidak menampik bahwa terdapat anggaran untuk sumber informasi (informan) dalam bagian Satres Narkoba Polresta Barelang. Anggaran ini, menurutnya, bisa dicairkan berkisar Rp5-10 juta.
”Maksimal uang yang bisa dicairkan untuk sumber informasi (informan) adalah Rp10 juta untuk pengungkapan kasus,” kata Didi.
Sedangkan untuk bagian operasional dari Maret hingga Mei 2024, keuangan Polresta Barelang telah mengucurkan dana Rp700 juta untuk penanganan kasus (LP15-LP33). Namun, LP34-LP38 tidak pernah diklaim atau diajukan oleh Satres Narkoba.
”Keuangan tidak tahu ada LP38, yang masuk ke kami hanya sampai LP33. Mereka belum ada pengajuan hingga akhir Desember 2024. Jika mereka mengajukan pada tahun berbeda, misalnya 2025, maka tidak bisa lagi,” beber Didi.
Ketika ditanya terkait perkara tersebut, Didi mengaku tidak tahu-menahu. Ia pun tidak memahami dakwaan yang ditujukan kepada para terdakwa.
”Untuk perkara ini saya tidak paham, karena saya hanya bagian pengeluaran di keuangan,” tegas Didi.
Keterangan saksi dibenarkan oleh para terdakwa. Majelis hakim kemudian melanjutkan sidang dengan menghadirkan saksi berikutnya, yang merupakan tersangka perkara narkoba di Tembilahan.
Namun, sidang yang rencananya berlangsung secara daring tidak dapat terlaksana karena kendala sinyal. ”Untuk itu, sidang ditunda hingga 10 April 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi,” tukas Tiwik.
Sidang lanjutan kasus dugaan pemufakatan jahat dalam perkara narkotika yang melibatkan 10 mantan anggota Satres Narkoba Polresta Barelang kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (20/3). Sidang ini menghadirkan lima saksi yang saat ini ditahan di Rutan Tembilahan, termasuk mantan Kepala Unit 2 Satres Narkoba Polresta Barelang, Ipda Nurdeni Rian, yang memberikan keterangan pertama dalam sidang yang dipimpin Tiwik, didampingi hakim anggota Douglas dan Andi Bayu.
Dalam kesaksiannya, Ipda Nurdeni Rian mengungkap fakta baru bahwa narkotika jenis sabu yang dijemput dari Malaysia sebenarnya berjumlah 50 kilogram. Sebelumnya, yang terungkap ke publik hanya 35 kilogram. Ia menyatakan bahwa sabu tersebut merupakan bagian dari paket besar yang dibawa oleh Unit 1 Satres Narkoba Polresta Barelang dari Malaysia.
Nurdeni Rian, yang bertugas sejak 2020 sebagai Kasubnit II Satres Narkoba, menjelaskan bahwa pada 15 Juni 2024, ia diminta untuk mendukung operasi bersama empat anggota lainnya.
Diketahui, kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (30/1) sekitar pukul 11.20 WIB. Dua warga sipil, salah satunya mantan anggota polisi, juga disidang dalam perkara yang sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan terungkap bahwa para terdakwa polisi tidak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu, tetapi juga menjemput 44 kilogram sabu hingga perbatasan Malaysia. Mereka membayar upah kepada tekong sebesar Rp20 juta dan upah informan Rp20 juta per kilogram.
Dakwaan menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara Juni hingga September 2025. Peristiwa ini bermula dari salah satu ruangan Satres Narkoba Polresta Barelang.
Kasus bermula dari informasi terkait penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia yang diperoleh seorang informan bernama Rahmadi SI. Namun, rencana tersebut batal hingga akhirnya muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kg sabu ke Indonesia.
Atas informasi tersebut, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, guna membahas distribusi barang haram itu. Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala. Namun, setelah Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 kg sabu, di mana 90 kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 kg sisanya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional. Akhirnya, strategi tersebut mendapat persetujuan Satria Nanda, meskipun awalnya ia menilai skema itu berisiko tinggi.
Pada Juni, beberapa terdakwa menyewa seorang tekong bernama Awang untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan berlayar dari Perairan Nongsa menuju Tanjunguban hingga Malaysia.
Sesampai di perairan Nongsa, Awang tetap berada di atas kapal, sementara para terdakwa mengambil dua tas besar dan memasukkannya ke dalam mobil warna silver untuk dibawa ke Satres Narkoba Polresta Barelang.
Di Satres Narkoba Polresta Barelang, para terdakwa meng-hitung jumlah sabu dalam dua tas, yaitu 44 bungkus yang masing-masing berisi 1 kilogram. Dari jumlah tersebut, 9 kilogram sabu disisihkan dan disimpan di tempat terpisah, sementara 35 kilogram dilaporkan untuk diekspos dan disetujui oleh Kasat yang saat itu berada di Bandara Hang Nadim Batam.
Dalam pertemuan dengan para terdakwa, Kasat sempat mengucapkan selamat karena mereka berhasil menjalankan operasi. Setelah itu, mereka menghubungi Poy (DPO) untuk mencari kurir yang akan membawa sabu ke Jakarta.
Dua kurir, yang merupakan pasangan suami istri, dijanjikan upah Rp150 juta, sementara satu orang lainnya, Ade, dijanjikan upah Rp10 juta. Namun, dalam aksi tersebut, para polisi yang awalnya mengendalikan barang bukti malah melakukan penyergapan terhadap ketiga kurir tersebut di dekat Jembatan Barelang dengan barang bukti 35 kilogram sabu.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 112 ayat 2 UU Narkotika jo 132 jo Pasal 64 UU Narkotika atau Pasal 114 ayat 2 jo 132 jo 64 UU Narkotika. (*)
Reporter : YASHINTA
Editor : RYAN AGUNG