Buka konten ini
BATAM (BP) – Badan Keamanan Laut (Bakamla) Zona Barat memulangkan dua nelayan asal Bengkong yang melanggar batas wilayah laut, Rabu (19/3) siang. Kedua nelayan, Muhammad Al Salam, 26, dan Suhardi Saparteri, 24, ditangkap karena masuk ke perairan Malaysia.
Setelah dipulangkan, keduanya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan diterima oleh Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura. Penyerahan berlangsung di atas Kapal Negara (KN) Pulau Nipah-321 di Pelabuhan Batuampar.
Kepala Zona Barat Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Trijanto, mengatakan, kedua nelayan tersebut ditangkap pada 12 Maret lalu. Saat itu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
“Kami juga berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal RI di Johor, Malaysia,” ujarnya.
Bambang menjelaskan bahwa setelah ditangkap, keduanya menjalani persidangan di Malaysia. Hasilnya, mereka dinyatakan tidak bersalah dan diizinkan kembali ke Indonesia.
“Kami menjemput mereka di titik perbatasan laut tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Titik penjemputan ini sudah disepakati dengan APMM,” katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, mengapresiasi Bakamla yang bertindak cepat dalam memulangkan kedua nelayan Batam tersebut. “Ini merupakan hasil kerja cepat dan baik dari Bakamla Zona Barat. Kedua nelayan ini akan segera dipulangkan ke keluarga masing-masing,” ujarnya.
Terkait kejadian ini, Nyanyang menyatakan bahwa Pemprov Kepri ke depan akan menggandeng berbagai pihak untuk memberikan edukasi kepada seluruh nelayan di Kepri. “Edukasi ini terkait batas-batas wilayah laut. Kami juga mengimbau para nelayan agar selalu memastikan perlengkapan dan keselamatan kerja sebelum melaut,” katanya.
Salah satu nelayan, Suhardi, mengaku tidak mengetahui bahwa kapalnya telah memasuki perairan Malaysia. Menurutnya, kapal mereka terseret angin dan arus laut yang kuat.
“Sudah empat hari melaut, ternyata masuk ke Malaysia. Saya sendiri tidak tahu batasnya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa nelayan tradisional tidak memiliki peralatan canggih untuk mengetahui batas wilayah laut, sehingga mereka berisiko melanggar perbatasan tanpa sengaja. “Ini bisa menjadi pelajaran bagi nelayan lain. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang,” katanya.
Suhardi juga mengungkapkan bahwa selama ditahan, mereka diperlakukan dengan baik oleh otoritas Malaysia. “Tidak ada penyiksaan, perlakuannya baik,” tutupnya. (*)
Reporter : Yofi Yuhendri
Editor : Ryan Agung