Buka konten ini
OKU (BP) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui mengamankan barang bukti uang senilai Rp2,6 miliar, dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, pada Sabtu (15/3).
Dalam OTT itu, KPK mengamankan sebanyak delapan orang. Di antaranya Kepala Dinas PUPR, tiga Anggota DPRD, dan kontraktor. Saat ini, mereka tengah menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Benar (Kepala Dinas PUPR dan anggota DPRD terjaring OTT) dan (barang bukti uang) Rp2,6 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dikonfirmasi, Minggu (16/3). Fitroh mengungkapkan, operasi senyap yang menyasar pejabat dinas Pemkab OKU dan beberapa anggota DPRD itu diduga terkait adanya dugaan suap pengadaan proyek pada Dinas PUPR Kabupaten OKU. “Suap proyek dinas PUPR,” ucap Fitroh.
Sebelumnya, juru bicara KPK Tessa Mahardhika mengakui pihaknya mengamankan delapan orang dalam OTT di OKU Sumsel. “Benar KPK telah mengamankan delapan orang dari Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan,” ucap Tessa, Sabtu (15/3).
Meski demikian, KPK belum mengungkap identitas para pihak yang diamankan tersebut. KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum dari pihak-pihak yang diamankan tersebut.
“Untuk lebih jelasnya akan disampaikan nanti pada saat konferensi pers resmi terkait kegiatan tersebut,” pungkasnya.
Kadis PUPR dan Ketua Komisi II DPRD Resmi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Nopriansyah (NOP) sebagai tersangka. Hal ini setelah tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di OKU, Sumsel, pada Sabtu (15/3).
Selain Nopriansyah, KPK juga menetapkan empat pihak lainnya sebagai tersangka. Mereka di anraranya Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH); Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR); serta dua pihak swasta M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
“Menetapkan status tersangka terhadap FJ anggota DPRD OKU bersama dengan MFR, UM, dan NOP selaku Kepala Dinas PUPR OKU,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3).
Penetapan tersangka ini setelah KPK melakukan OTT di OKU Sumsel, pada Sabtu (15/3).
Enam Tersangka Langsung Ditahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan enam orang tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel).
Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang C1 dan K4.
“Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3).
Setyo menjelaskan, pada Januari 2025 dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025. Menurutnya, terdapat pemufakatan jahat terkait pembahasan tersebut, yang bertujuan agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan.
Perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah setempat dan meminta jatah pokir atau uang pokok pikiran.
“Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp40 miliar dengan pembagian nilai proyek sebagai berikut,” ucap Setyo.
“Untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp5 miliar, sedangkan untuk anggota itu adalah Rp1 miliar,” sambungnya.
Nilai proyek kemudian turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran. Meskipun begitu, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen bagi anggota DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp7 miliar.
“Nah, saat APBD Tahun Anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat,” ungkap Setyo.
Saat itu, NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU menawarkan 9 proyek kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
NOP kemudian mengondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan beberapa perusahaan yang ada di Lampung Tengah. Kemudian, penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.
“Ada beberapa nama perusahaan ya, antara lain termasuk juga kegiatannya. Yang pertama untuk rehabilitasi rumah dinas bupati, lebih kurang sekitar Rp 8,3 miliar dengan penyedia CV RF,” tutur Setyo.
Kemudian, rehabilitasi rumah dinas wakil bupati senilai Rp2,4 miliar dengan penyedia CV RE, pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar dengan penyedia CV DSA, pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 Juta dengan penyedia CV GR.
Kelima, peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus, Desa Bandar Agung, senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV DSA. Selanjutnya, peningkatan jalan Desa Panai Makmur-Guna Makmur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV ACN; peningkatan jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp4,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation; peningkatan jalan Letnan Muda M. Sidi Junet senilai Rp4,8 miliar dengan penyedia CV BH; dan peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp3,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation.
“Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke wilayah Lampung, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan berkoordinasi dengan para pihak,” ucap Setyo.
“Jadi, pinjam nama, pinjam bendera, tetapi yang mengerjakan adalah saudara MFZ dengan ASS,” tambahnya.
Menjelang lebaran, pihak DPRD OKU yang diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen. NOP kemudian menjanjikan akan memberikan itu sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO