Buka konten ini
SIDANG dugaan tindak pidana perkara narkoba yang melibatkan 10 anggota polisi dan dua warga sipil kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (27/2). Agenda persidangan keterangan saksi, dimana jaksa penuntut umum menghadirkan saksi pelapor dan saksi penangkap.
Dalam proses persidangan, kedua saksi mencabut BAP yang diberikan pada saat pemeriksaan di Polda Kepri. Atas dicabutnya BAP, para terdakwa mengucapkan terima kasih kepada saksi.
Sebelum sidang dimulai, jaksa penuntut umum menjelaskan bahwa ada dua saksi yang dihadirkan, yakni Rinaldi dan Amran. Jaksa meminta agar proses persidangan berlangsung untuk ke-12 terdakwa karena keterangan yang diberikan hampir sama. Namun, penasehat hukum para terdakwa menolak, karena setiap terdakwa berbeda, terutama dalam hal eksepsi dan tidaknya.
Sempat terjadi perdebatan, hingga akhirnya hakim Tiwik sebagai pimpinan sidang mengikuti permintaan penasehat hukum. Sidang atas 12 terdakwa dibagi dua, pertama untuk tujuh terdakwa, dan terakhir lima terdakwa.
Saksi pertama yang memberi keterangan adalah Brigadir Rinaldi. Ia menjelaskan bahwa pada 5 Agustus 2024 ia mendapat laporan ada penyalahgunaan narkotika. Dimana ia mendapatkan terdakwa Azis dengan barang bukti narkoba.
“Ada narkoba sama terdakwa Azis. Dapat laporan dari masyarakat,” terang Rinaldi.
Menurut dia, saat melakukan penyitaan ia membaca isi percakapan di ponsel Azis yang ternyata juga melakukan transaksi dengan Fadila.
“Ada percakapan dengan Fadila (polisi), tentang jual beli narkoba. Meminta uang penjualan. Lalu dijawab Azis, sabu dijual murah Rp60 juta, kemudian dibawa kabur keponakan,” sebut Saksi Rinaldi.
Ia mengaku saat penangkapan ada beberapa anggota polisi, yang kemudian membawa Azis ke penyidik. “Untuk proses penyidikan saya tak tahu,” imbuhnya.
Namun di persidangan, saksi mengatakan bahwa ia sebagai pelapor 10 polisi, namun tidak tahu peranan masing-masing polisi. Yang ia tahu, Fadila yang berkomunikasi dengan Azis, Wan Rahmat yang menawarkan sabu, dan Ibnu Rambe yang menerima uang.
Menurutnya, para polisi tersebut diamankan Propam Polda Kepri. “Selain itu saya tidak tahu. Saya menangkap Azis, dan pelapor 10 polisi,” imbuhnya.
Di pertengahan persidangan, Rinaldi mencabut BAP. Ia mengaku, melapor karena perintah langsung Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Kepri. “Saya diperintah Wadir Narkoba Polda. Untuk tugas masing-masing terdakwa saya tidak tahu,” tegasnya.
Hal senada dikatakan Amran. Ia mengaku hanya tahu proses penangkapan, dan tidak tahu peran dari 10 polisi tersebut. Ia pun mencabut BAP di kepolisian.
“Saya cabut BAP di penyidik,” tegas Amran.
Usai sidang, para terdakwa mengucapkan terima kasih kepada para saksi. Mereka juga membantah telah diamankan Propam Polda Kepri, namun hanya dipanggil.
“Kami tak ada diamankan, tapi dipanggil,” tegas para terdakwa.
Sidang ke-12 terdakwa ditunda hingga Senin depan dengan agenda masih keterangan saksi.
Usai sidang, penasehat hukum terdakwa, salah satunya Indra Sakti menegaskan bahwa keterangan saksi adalah angin segar untuk perkara kliennya.
“Apalagi saksi mencabut BAP di kepolisian, itu adalah angin segar. Saksi pelapor adalah saksi kunci namun mencabut laporan,” terang Indra Sakti.
Hal senada dikatakan tim penasehat Satria, Calvin Wijaya. Ia juga mengapresiasi kejujuran saksi hingga mencabut BAP.
Dalam proses menghadapi hukum ternyata Satria Nanda mendapat pendampingan hukum dari Polda Kepri. Dimana Aipda Yudi dari Polda Kepri mendampingi Satria Nanda di persidangan sebagai penasehat hukum.
“Ya benar, yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk pemdampingan yang dapat persetujuan dari pimpinan,” ujar Aipda Yudi.
Menurut dia, saat ini status Satria Nanda masih sebagai polisi aktif, sebab masih mengajukan banding. Sedangkan sembilan polisi lainnya sudah resmi dipecat.
“Untuk Satria Nanda masih aktif sebagai polisi, karena bandingnya belum keluar,” tegas Aipda Yudi.
Diketahui, kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (30/1) sekitar pukul 11.20 WIB. Dimana dua warga sipil yang satu di antaranya mantan anggota polisi juga disidang dalam perkara yang sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa para terdakwa polisi tak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu. Namun juga menjemput 44 kilogram sabu hingga ke perbatasaan Malaysia, dengan membayar upah tekong Rp20 juta dan upah informan Rp20 juta per kilogram.
Dakwaan menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara bulan Juni hingga September 2024. Berawal dari salah satu ruangan Satresnarkoba Polresta Barelang.
Kasus bermula dari informasi terkait penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia yang diperoleh Rahmadi SI, seorang informan. Namun, rencana tersebut batal hingga akhirnya muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kg sabu ke Indonesia.
Atas informasi tersebut, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, guna membahas distribusi barang haram itu.
Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala, namun setelah Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 kg sabu, dimana 90 kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 kg lainnya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional. Pada akhirnya, strategi tersebut mendapat persetujuan Satria Nanda meski awalnya ia menilai skema itu berisiko tinggi.
Hingga akhirnya, pada bulan Juni, beberapa terdakwa menyewa Awang, seorang tekong untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan melaju dari Perairan Nongsa, menuju Tanjunguban hingga ke Malaysia.
Awang membawa kapal seorang diri, dikawal beberapa terdakwa (polisi) menggunakan kapal terpisah. Namun di perbatasaan, para terdakwa berhenti. Sedangkan Awang masuk ke perairan Malaysia.
Setelah Awang kembali dari perairan Malaysia, para terdakwa kembali mengawal Awang hingga perairan Nongsa. Sesampai di perairan Nongsa, Awang tetap berada di atas kapal, sedangkan para terdakwa mengambil dua tas besar dan memasukkan ke dalam mobil warna silver menuju Satresnarkoba Polresta Barelang.
Di Satresnarkoba Polresta Barelang, para terdakwa meng-hitung jumlah sabu di dalam dua tas, ada 44 bungkus, yang masing-masing bungkus berisi 1 kilogram. Sabu-sabu tersebut kemudian disisihkan 9 bungkus dan disimpan di tempat terpisah.
Untuk 35 bungkus lagi atau 35 kilogram, dilaporkan untuk diekspos dan disetujui oleh Kasatresnarkoba yang saat itu berada di Bandara Hang Nadim Batam.
Dalam pertemuan para terdakwa dan kasat, Kasat juga sempat mengucapkan selamat kepada anak buahnya karena sudah sukses bekerja. Yang kemudian ditentukan waktu untuk melakukan ekspos perkara nantinya. Para terdakwa kemudian menghubungi Poy (DPO), untuk mencari orang yang akan membawa sabu itu ke Jakarta. Dan Poy mendapatkan tiga orang, yakni Effendi, Nely, dan Ade.
Dua di antara kurir adalah pasangan suami istri yang dijanjikan upah Rp150 juta, dan Ade dijanjikan upah Rp10 juta. Namun dalam aksi itu, para polisi yang semula memiliki barang, melakukan aksi penyergapan kepada ketiganya. Orang suruhan Poy ditangkap di dekat Jembatan Barelang dengan barang bukti 35 kg sabu.
Tak hanya itu, 9 kg sabu yang disisihkan itu kemudian dijual, salah satunya kepada Azis dengan harga Rp400 juta per kg. Namun di perjalanan, Azis tak melunasi sisa dari pembelian sabu tersebut.
Perbuataan para terdakwa dijerat dengan pasal 112 ayat 2 UU narkotika jo 132 jo pasal 64 UU narkotika. Atau pasal 114 ayat 2 Jo 132 Jo 64 UU narkotika. (***)
Reporter : YASHINTA
Editor : YUSUF HIDAYAT