Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Bank Indo-nesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) sehingga menjadi 5,75 persen. Keputusan tersebut sejalan dengan perkiraan inflasi yang terkendali dalam sasaran 2,5 persen dan nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental. Juga tetap mencermati ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan nasional.
”Bank Indonesia untuk kebijakan moneternya adalah keseimbangan antara pro-stability and growth. Terutama ada suku bunga, stabilisasi nilai tukar, dan pengelolaan likuiditas,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat dewan gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (15/1).
Perry menjelaskan, perubahan stance kebijakan bank sentral sudah tecermin ketika menurunkan BI rate. Dia juga mencermati bahwa masih terbuka ruang penurunan suku bunga acuan. Hal itu seiring dengan dinamika ekonomi yang terjadi di global dan nasional.
Menurut dia, arah kebijakan pemerintah dan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), sudah terlihat. Terutama setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS.
BI menakar arah kebijakan pemerintah AS dengan defisit fiskal sebesar 7,7 persen. Kebijakan yang lebih ekspansif itu mendorong yield US Treasury tetap tinggi. Baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Kuatnya perekonomian AS saat ini memengaruhi ekspektasi pasar terhadap penurunan Fed funds rate (FFR) yang lebih terbatas. BI mengantisipasi bahwa penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed tahun ini kemungkinan hanya sekali sebesar 25 bps. Arah kebijakan tersebut juga berdampak pada pergerakan dolar AS (USD) yang meningkat.
Akibatnya, tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia semakin bertambah. Perkembangan tersebut juga menyebabkan makin besarnya preferensi investor global untuk memindahkan portofolionya ke AS. Karena itu, perlu penguatan respons kebijakan dalam memitigasi dampak rambatan global untuk tetap menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Sementara itu, BI melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Sejalan dengan inflasi yang rendah beberapa bulan terakhir. Itu tecermin dari inflasi Desember 2024 yang tercatat 1,57 persen year on year (yoy).
Bahkan, perkiraan BI, inflasi dalam dua tahun ke depan juga akan tetap rendah. ”Karena itu, this is the timing untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik,” jelas Perry.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7–5,5 persen. Pada 2025, BI merevisi pro-yeksi pertumbuhan ekonomi RI pada kisaran 4,7–5,5 persen. Sedikit lebih rendah dari kisaran perkiraan sebelumnya 4,8–5,6 persen.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar menyam-but positif keputusan bank sentral. ”Sinyalnya berarti bagus. At least bunga (kredit perbankan) akan turun,” katanya saat ditemui di bilangan Senayan.
Terkait penyesuaian BI rate terhadap suku bunga kredit dan deposito BNI, Royke belum berkomentar banyak. Sebab, masih menunggu imbasnya terhadap suku bunga sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI). Ketika suku bunga SRBI turun, uang yang beredar keluar dari BI lebih besar.
”Saya berharap spending pemerintah tinggi di awal tahun ini. SRBI bisa dikecilin sedikit bunganya,” terangnya.
Chief Economist BNI Leo Putera Rinaldy menilai, imbas penurunan BI rate masih harus menunggu lelang SRBI pada Jumat (17/1). ”Mudah-mudahan turun,” ucapnya.
Selain itu, yang perlu dijaga adalah nilai tukar rupiah. Sebab, keputusan BI memangkas suku bunga acuan mengindikasikan stabilitas nilai tukar rupiah terjaga sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG