Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI rate) cukup mengejutkan. Meski keputusan tersebut mendapat apresiasi positif dari perbankan.
Fokus pada stabilisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara mengatakan, keputusan bank sentral menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen merupakan langkah strategis. Yang harapannya dapat meningkatkan likuiditas secara bertahap. Sehingga mampu mendorong penurunan suku bunga kredit.
”Secara gradual, penurunan suku bunga acuan akan meningkatkan likuiditas dan mendorong penurunan suku bunga kredit, yang diharapkan dapat memperkuat permintaan kredit di berbagai sektor,” ungkap Ashidiq, Kamis (16/1).
Di sisi lain, peningkatan likuiditas di pasar juga berpotensi mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Kondisi tersebut berkontribusi pada pengurangan biaya dana (cost of fund).
”Sehingga dapat memperkuat posisi Bank Mandiri dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.
Dengan langkah ini, bank berlogo pita emas itu optimistis dapat lebih maksimal dalam berkontribusi pada pencapaian target-target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.
Serta memperkuat posisi bank dalam mendukung sektor-sektor yang membutuhkan pembiayaan.
Senior Economist DBS Group Radhika Rao mengatakan, keputusan BI di luar perkiraan. Pemangkasan tersebut menandakan pergeseran fokus bank sentral dari hanya pro-growth menjadi pro-stability and growth. Karena keputusan itu disertai dengan revisi moderat terhadap proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2024 dan 2025.
”Secara marginal, langkah ini mungkin juga bertujuan untuk mengantisipasi potensi pelemahan angka PDB pada kuartal terakhir tahun ini. Pemangkasan suku bunga ini kontras dengan nada hati-hati terkait volatilitas rupiah pada pertemuan Desember.
Meskipun pelemahan mata uang rupiah berlanjut hingga tahun ini akibat strong dollar (USD),” jelas Radhika.
Pemangkasan suku bunga acuan, lanjut dia, kemungkinan juga akan diteruskan pada suku bunga pasar jangka pendek, termasuk pada suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selain itu, BI memiliki asumsi dasar terkait proyeksi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) hanya sekali tahun ini.
Dia juga menyoroti mekanisme pertukaran obligasi bilateral (debt switching) yang jatuh tempo senilai Rp100 triliun pada Juli 2025. Surat berharga negara (SBN) terkait Covid-19 itu akan dipertukarkan dengan SBN Pengganti dengan tenor yang lebih panjang.
Radhika menilai, inflasi yang rendah memang memberikan ruang yang cukup untuk menurunkan suku bunga. Dengan rata-rata inflasi 2,3 persen sepanjang 2024. ”Kombinasi harga komoditas global yang lebih rendah, langkah-langkah administratif domestik, dan kondisi permintaan yang moderat diperkirakan akan membantu menahan tekanan harga pada 2025. Forecast DBS 2,1 persen,” bebernya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : gustia benny