Buka konten ini
YERUSALEM (BP) – Kabar tentang gencatan senjata antara Israel dan Hamas sudah beredar sejak Rabu (15/1) malam. Namun, serangan militer Israel kepada warga Palestina tak juga berhenti. Setidaknya 73 warga Palestina, termasuk 20 anak-anak dan 25 perempuan, tewas di Gaza sejak perjanjian gencatan senjata itu diumumkan.
Dilansir dari Al Jazeera, korban berjatuhan saat militer Israel menyerang sebuah sekolah yang menampung pe-ngungsi di kawasan Zeitoun, Kota Gaza. Padahal kemarin, Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengumumkan kesepakatan gencatan senjata dalam konferensi pers di Doha, Qatar.
Menurut dia, kesepakatan tersebut berlaku mulai 19 Januari 2025. Namun, masih ada hal-hal teknis yang harus dibahas untuk mengimplementasikan gencatan senjata itu. Parlemen Israel hingga Kamis (16/1) belum melakukan pemungutan suara untuk menyetujui penarikan pasukan dari Gaza.
Kesepakatan gencatan senjata tercapai setelah difasilitasi pihak Qatar dan Mesir. Selain itu, ada peran presiden terpilih AS Donald Trump. Dia disebut memberi tekanan besar kepada Israel agar meng-hentikan perang.
Ada beberapa poin penting yang tercapai dalam gencatan senjata itu. Antara lain, pihak-pihak yang terlibat, bersama para mediator, akan berfokus pada pertukaran sandera Israel dan tahanan Palestina serta mengembalikan ketenangan yang berkelanjutan menuju gencatan senjata permanen.
Selain itu, Israel akan menarik pasukan dari wilayah padat penduduk di sepanjang perbatasan Gaza, termasuk Wadi Gaza (sumbu Netzarim dan persimpangan Kuwait). Pasukan Israel akan ditempatkan dalam radius 700 meter dengan pengecualian di lima titik lokal yang dapat diperpanjang hingga 400 meter.
Ada juga poin tentang pertukaran tahanan. Disebutkan, sembilan orang yang sakit dan terluka dari daftar 33 tahanan akan dibebaskan Hamas. Itu sebagai imbalan atas pembebasan 110 tahanan Palestina yang sebelumnya dijatuhi hukuman seumur hidup.
Israel juga akan membebaskan 1.000 tahanan Gaza yang ditangkap setelah 8 Oktober 2023. Namun, pembebasan itu khusus mereka yang tidak terlibat dalam serangan 7 Oktober.
Israel juga akan mengurangi jumlah pasukannya di kawasan koridor secara bertahap, sesuai peta yang telah disepakati. Penarikan terakhir pasukan Israel dari area ini diperkirakan selesai pada hari ke-50 setelah pembebasan sandera tahap pertama.
Selain itu, pos lintas perbatasan Rafah akan disiapkan untuk memfasilitasi transfer warga sipil dan yang terluka setelah pembebasan semua wanita (sipil maupun tentara). Pasukan Israel akan redeploy di sekitar pos Rafah, sesuai dengan peta yang disepakati.
Lalu, semua warga sipil Palestina yang sakit dan terluka diizinkan melintasi perbatasan Rafah, sesuai dengan kesepakatan pada 27 Mei 2024. Pengungsi yang tidak membawa senjata diperbolehkan kembali ke utara melalui jalan Rashid pada hari ke-7 dan Jalan Salahudin pada hari ke-22, tanpa pemeriksaan. Kesepakatan itu membuka harapan baru untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 15 bulan di Gaza.
Kepala WHO Tedros Adha-nom Ghebreyesus menyambut baik gencatan senjata di Gaza. Dia menegaskan, perang membawa kesengsaraan. Menurut data Kementerian Kesehatan di Gaza, perang telah menewaskan sedikitnya 46.707 warga Palestina dan sedikitnya 110.265 orang terluka.
”Terlalu banyak nyawa yang hilang dan terlalu banyak keluarga yang menderita,” kata Tedros. Menurut dia, perdamaian adalah obat yang paling baik. Meski masih ada pekerjaan rumah untuk sektor kesehatan di Gaza.
Program Pangan Dunia (WFP) juga menyambut baik gencatan senjata ini. Tim mereka siap mengantarkan makanan dalam jumlah besar untuk membantu warga Gaza. Kepala WFP Cindy McCain meminta agar tim dan mitranya mendapat perlindungan selama konvoi untuk memberikan bantuan.
”Kami membutuhkan lebih banyak staf kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Gaza,” katanya.
Ternyata, dalam kesepakatan gencatan senjata ini, ada peran besar dari presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump. Dia yang mendesak Netanyahu untuk mengakhiri serangan militernya di Gaza.
Dilansir dari The Guardian, sebelum keputusan gencatan senjata diumumkan, ada pertemuan tertutup antara utusan khusus Donald Trump untuk Timur Tengah Steven Witkoff dengan PM Israel Benjamin Netanyahu. Witkoff yang turut dalam negosiasi di Doha ngotot segera bertemu Netanyahu.
Ini cukup mengejutkan bagi ajudan perdana menteri Israel itu. Dia bahkan tidak bisa menunggu Shabbat, hari istirahat bagi orang Yahudi. Dia ingin bertemu Netanyahu di pagi hari.
Pria 67 tahun itu membawa pesan dari Trump. Pesan tersebut membuat pertemuan mereka menegangkan, seperti yang disebutkan beberapa media Israel. Pesan itu adalah Trump ingin perang di Gaza berakhir. Dia punya urusan lain yang harus diselesaikan. Pesan ini diucapkan Witkoff dengan tegas. Seolah mendengarkan langsung Trump bicara di depannya, Netanyahu memahami bahwa dirinya harus segera menye-tujui gencatan senjata.
Melalui media sosial miliknya, Truth Social, Trump mengungkapkan gencatan senjata sebagai hasil dari kemenangannya dalam pilpres AS. ”Hal ini memberi isyarat kepada seluruh dunia bahwa pemerintahan saya akan mengupayakan perdamaian dan negosiasi kesepakatan untuk menjamin keselamatan semua warga Amerika dan sekutu kami,” tulisnya. Trump gembira karena para sandera akan kembali ke rumah masing-masing.
Sementara itu, Indonesia menekankan agar kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dilaksanakan segera dan komprehensif. Jakarta juga siap berkontribusi dalam upaya pemulihan kehidupan bermasyarakat di kawasan yang luluh lantak akibat kebrutalan Israel tersebut.
”Kekejaman Israel di Palestina telah memakan korban puluhan ribu nyawa warga Palestina. Ini bukan statistik semata, setiap angka adalah nyawa manusia,” tutur Menteri Luar Negeri Sugiono di Jakarta, Kamis (16/1).
Sugiono berharap gencatan senjata tersebut bisa menjadi momentum untuk mendorong perdamaian di Palestina seutuhnya. Perdamaian tersebut hanya dimungkinkan jika Palestina merdeka dan berdaulat, sesuai solusi dua negara yang telah disepakati masyarakat internasional.
Di sisi lain, dia juga menyatakan kesiapan Indonesia untuk berkontribusi dalam upaya pemulihan kehidupan bermasyarakat di Gaza. Baik melalui bantuan kemanusiaan, dukungan terhadap peran UNRWA (Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat), maupun upaya rekonstruksi Gaza.
Terpisah, pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf menuturkan, jeda perang ini tak berarti menghilangkan tuntutan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant sebagai penjahat perang. Keduanya harus tetap dimintai pertanggungjawaban atas puluhan ribu nyawa yang melayang akibat kekejian Negeri Yahudi tersebut selama ini.
”Kalau nggak diadili, akan terus berulang. Negaranya tidak kena sanksi, pejabatnya pun sama,” paparnya.
Hal itu, lanjut Faisal, terbukti sejak serangan pertama Israel ke Palestina pada Desember 2008. Kemudian terulang pada November 2012, lalu 2014, 2021, dan terakhir Oktober 2023.
Yang betul-betul harus di-pastikan adalah implementasi di lapangan nanti. Sebab, sirkulasi kekerasan kembali terjadi masih sangat dimung-kinkan. Apalagi, tembok pemisah di Tepi Barat belum diruntuhkan, blokade di Gaza juga belum dicabut, hingga permukiman ilegal di Tepi Barat pun masih berdiri kokoh.
Sementara itu, mantan wakil presiden sekaligus juru damai, Jusuf Kalla, menyatakan, kesepakatan damai tersebut seharusnya dilakukan sejak dulu dan bersifat permanen. Meskipun begitu, pria yang akrab disapa JK itu tetap menyambut baik.
”Upaya ini langkah penting demi kemanusiaan,” kata JK dalam pernyataan tertulis yang diterima seusai penutupan Retret Pemikiran London untuk Minoritas Muslim di London, Inggris, pada Rabu (15/1) waktu setempat.
Pada pertengahan Juli lalu, JK sempat bertemu dengan Ismail Haniyeh, pimpinan politik Hamas. Dalam pertemuan di Doha, Qatar, tersebut, JK menyampaikan potensi berdamai lewat gencatan senjata. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG