Buka konten ini

Ketua Fraksi PKB DPRD Batam
Impian ex Officio Wakil Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam sekaligus Wakil Walikota Batam, Li Claudia Chandra, yang menargetkan 1 juta TEUs (twenty-foot equivalent units) dengan bertambahnya lima alat STS (ship to shore) crane, arus masuk bongkar muat barang di Pelabuhan Peti Kemas Terminal Batuampar, patut direspon positif (Batam Pos, Kamis 22 Mei 2025).
Meski kabar tersebut bukan hal baru, namun, semangat cita-cita menjadikan Pelabuhan Batuampar (PBA) sebagai international port, menjadi komitmen yang terus menerus diperjuangkan. Sebelumnya, Kepala BP Batam HM Rudi melalui Rencana Induk Pelabuhan 2020, juga pernah bermimpi dengan target yang lebih tinggi.
Terminal Batuampar, berdasarkan ambisi Rudi, akan mampu melayani bongkar muat barang dalam peti kemas hingga 2 juta TEUs dengan menambah alat STS Crane, alat bongkar muat crane berteknologi tinggi (bpbatam.go.id, 24 Mei 2021).
Sayangnya, mimpi Rudi sebagai ex Officio Kepala BP Batam belum menjadi kenyataan. Berdasarkan data yang dipublikasi Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam Dendy Gustinandar, pencapaian arus masuk keluar barang tahun 2023 baru mencapai 624 ribu TEUs (457 ribu TEUs peti kemas ekspor impor dan 167 ribu TEUs peti kemas domestik. Sebanyak 84 persen atau 522 ribu TEUs berasal dari Terminal Pelabuhan Batuampar. (batamport.bpbatam.go.id, 15 Januari 2024).
Namun demikian, apa yang disampaikan Alin, panggilan akrab Li Claudia Chandra, tentang target pencapaian 1 juta TEUs, menarik dan perlu dicermati sekaligus dielaborasi. Sudah lama dirindukan agar pengelolaan pelabuhan di kawasan Batam sebagai daerah free trade zone (FTZ) dapat mengikuti pelabuhan di Singapura (Singapore Port Authority) yang pada tahun 2023 telah memproduksi arus masuk keluar barang hingga 39,01 juta TEUs (oceanweek.co.id, 13 Januari 2024).
Apalagi argumentasi Li Claudia dan Rudi, nyaris sama. Kedua pemimpin BP Batam itu meyakini, bila peralatan STS crane ditambah, maka, kemampuan bongkar muat barang di pelabuhan semakin cepat. Ketika menggunakan crane manual, kemampuan per jam hanya 8 TEUs, sedangkan menggunakan STS crane, diperkirakan mencapai 20 TEUs per jam. Kemampuan STS crane jauh lebih cepat dengan volume yang lebih banyak.
Sungguh menarik dan perlu untuk diperbincangkan kembali sebagai diskursus, utamanya, di kalangan pengusaha pelayaran atau shipping dan bongkar muat barang di pelabuhan. Di awal kepemimpinan BP Batam saat ini, duet Amsakar Achmad dan Li Claudia, urusan usaha kepelabuhanan menjadi prioritas kerja. Ini patut didukung semua pihak, karena kepelabuhanan mejadi motor utama penggerak mesin ekonomi Batam, selain industri perdagangan dan pariwisata. Ingat, Batam adalah wilayah maritim yang strategis letaknya, berada di Selat Malaka yang berhadapan langsung dengan Singapura dan Malaysia.
Pertanyaannya adalah, apakah target BP Batam 1 juta TEUs kontainer dengan menambah STS crane sebanyak 5 unit dengan anggaran sebesar Rp1,2 triliun, akan tercapai ? Apakah target tersebut realistis atau sekadar mimpi kedua belaka ?
Menurut penulis, peningkatan arus muat barang peti kemas, sangat diperlukan dan dibutuhkan karena BP Batam punya mimpi besar atas pengelolaan pelabuhan Batuampar. Setelah BP Batam membeli alat STS (ship to shore) crane sebanyak lima (5) unit dari sebelumnya hanya satu (1) unit diyakini pelayanan bongkar muat barang dari kapal ke darat atau sebaliknya darat ke kapal, akan mampu mencapai 1 juta TEUs (twenty-foot equivalent units) konteiner (Batam Pos, Halaman. 1, Kamis, 22 Mei 2025).
Berdasar hitungan kapasitas dan kemampuan satu STS crane, dipastikan dalam satu jam dapat melayani peti kemas sebanyak 20 kontainer. Dengan demikian dengan lima STS crane akan mampu melayani bongkar muat barang (peti kemas) sebanyak 100 kontainer per jam atau 800 kontainer selama 8 jam per hari. Hal tersebut akan tercapai dengan baik bila dwiling time, massa tunggu kapal sandar sesuai dan ada kepastian waktu. Tidak crowded dan stagnasi di lapangan.
Dalam Rencana Induk Pelabuhan 2020, BP Batam telah merencang pembangunan jangka pendek (2021-2025) akan dibangun dermaga utara sepanjang 700 meter, pembangunan lapangan peti kemas (container yard) seluas 2 sampai 10 hektar dan pendalaman alur -8 LWS. Target BP Batam 2025, PBA akan mampu melayani atus peti kemas 1,8 juta TEUs.
Oleh karena itu, rencana pembangunan dermaga baru tahap II Pelabuhan Batuampar bagian utara yang direncanakan mampu menampung 900.000 TEUs, sudah saatnya direalisasikan. Jangan sampai ada hambatan. Bila ada masalah hukum, sebaiknya segera dituntaskan dan tidak boleh dibiarkan mengambang. Kepastian hukum harus ditegakkan dan konsisten dijalankan agar investor atau pelaku usaha percaya. Kapasitas dermaga harus dipastikan bisa menampung sekurang-kurangnya tiga sampai lima kapal besar kontainer yang sandar untuk bongkar muat.
Selain itu, BP Batam juga harus memastikan ketika pembangunan dermaga dikerjakan, kedalaman alur laut dapat menampung kapal-kapal besar yang akan bersandar di dermaga. Bila ada kapal generasi ketiga mampir dengan kapasitas 3000 kontainer, misalnya, sudah saatnya draft kedalaman alur laut dapat bersandar secara save, aman. Secara teknis tidak mengganggu alur pelayaran.
Begitu juga pengembangan jaringan (networking) untuk disinggahi oleh kapal-kapal internasional (international line), menjadi keniscayaan. Mampirnya perusahaan pelayaran besar dunia, seperti SITC (Shandong International Transportation Coorporation) International Holding Co.Ltd milik Hongkong, yang direct call dari Tiongkok ke Batuampar, adalah langkah awal untuk menarik kapal-kapal internasional lainnya. Begitu juga perusahaan pelayaran Evergreen Line yang berpusat di Taiwan, sudah masuk ke Pelabuhan Batuampar, menjadi kekuatan peningkatan volume arus masuk keluar barang kontainer.
Di dunia, sekurangnya ada 20 perusahaan international line shipping yang melayani rute di dunia, seperti COSCO China, APM-Maersk Denmark, CMA-CGM Francis, Hapag-Loyd Jerman, MSC Mediterranian Shipping Company di Swiss, atau Hyundai Korea, menjadi ladang garapan yang luas.
Tidak mudah memang, meyakinkan pemain pelayaran internasional. Butuh keseriusan, kesungguhan, tanpa praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam mengelola PBA. Mulai dari infrastruktur dermaga, container yard, draft kedalaman alur laut, tata kelola dwiling time (waktu bongkar muat), kepastian aturan main (peraturan perundang-undangan), persainvan harga sandar, dll. Bila PBA yang sejak 1 November 2023 dioperasionalkan oleh PT Persero Batam, dipersepsikan profesional dan layak sebagai tujuan pelayaran oleh perusahaan pelayaran internasional, insya Allah PBA dapat menjadi salah satu alternatif tujuan singgah pelayaran di Selat Malaka.
Oleh karena itu, BP Batam dan pemerintah harus mensyaratkan pengelolaan pelabuhan Batuampar ditangani dan dikerjakan orang-orang profesional dan berintgritas tinggi. Bila pengelolaan PBA dikelola secara amatiran, masih ada pat gulipat di dalamnya, target 1 juta TEUs 2025, sulit akan tercapai.
Tidak bermaksud hendak membanding-bandingkan Pelabhhan Batuampar (otoritas BP Batam) dengan Singapura (negara) karena tidak apple to apple. Setidaknya, ada spirit mimpi besar untuk mengikutinya, sekurang-kurangnya, 10 persen dari Singapura saja sudah sangat baik.
Sangat disayangkan, PBA (Indonesia) sebagai bagian dari pemilik sah kawasan perairan Selat Malaka, potensinya belum dikelola dengan maksimal. Maaf, PBA belum menjadi pemain utama di kawasan Selat Malaka.
Bandingkan saja dengan Pelabuhan Tanjung Pelepas (PTP) , Johor Bahru, Malaysia, telah mampu memproduksi sebanyak pelayanan peti kemas mencapai 10,48 juta TEUs (2023) (oceanweek.co.id, 27 Februari 2024). Dalam laman wikipedia.org disebutkan bahwa PTP adalah pelabuhan yang pertumbuhannya tercepat di dunia, yaitu, selama 571 hari telah mampu mencapai 1 juta TEUs, sejak beroperasi 10 Oktober 1999.
Warga Batam pastilah bergembira bila penambahan 5 STS Crane yang sudah dibeli BP Batam seharga Rp.1,2 triliun, akan mampu memproduksi arus masuk keluar barang kontainer di PBA mencapai 1 juta TEUs. Sebaliknya, warga Batam pun akan bersedih dan menyayangkan bila akhirnya penambahan 5 STS Crane menjadi mubazir karena rendahnya minat perusahaan kapal kontainer yang mau mampir atau bersandar di Batuampar.
Penulis tidak ingin, cita-cita BP Batam menjadikan PBA mampu memproduksi 1 juta TEUs kontainer, hanya sekadar mimpi belaka. Ayo, Batam bisa …! (*)