Buka konten ini
JENEWA (BP) – Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menghadapi tantangan besar setelah Amerika Serikat (AS), sebagai penyumbang dana terbesar, memulai proses resmi untuk keluar dari keanggotaan. Dalam sidang tahunan WHO di Jenewa sejak Senin (19/5) lalu, para pejabat kesehatan, diplomat, dan donor bertemu untuk mencari jalan keluar menghadapi krisis pendanaan dan masa depan WHO yang tidak lagi didukung oleh AS.
Langkah Presiden AS Donald Trump yang mengeluarkan perintah eksekutif pada awal masa jabatannya untuk menarik diri dari WHO, memicu defisit anggaran sebesar USD 600 juta (Rp 9,8 triliun) pada tahun ini. Konsekuensinya, WHO harus menyusun ulang prioritas program dan merampingkan aktivitasnya secara signifikan.
Tujuan kami saat ini adalah memfokuskan diri pada hal-hal yang bernilai tinggi,” kata Direktur Mobilisasi Sumber Daya WHO Daniel Thornton seperti dilansir dari Reuters kemarin (20/5). Hal-hal bernilai tinggi itu, kata Thornton, mencakup panduan global untuk vaksin dan pengobatan serta penanganan kondisi seperti obesitas dan HIV.
Salah satu dokumen presentasi WHO yang diperoleh Reuters menunjukkan bahwa program persetujuan obat dan tanggap darurat akan tetap dipertahankan. Namun, pelatihan dan kantor WHO di negara-negara kaya kemungkinan ditutup. Kami harus bertahan dengan apa yang ada,” ujar seorang diplomat negara barat yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Di tengah kekosongan dana itu, Tiongkok siap menjadi penyumbang iuran negara terbesar bagi WHO. Kontribusinya akan meningkat dari 15 persen menjadi 20 persen sesuai restrukturisasi sistem pendanaan Kita harus beradaptasi dengan organisasi multilateral tanpa Amerika. Hidup harus terus berjalan,  kata Dubes Tiongkok untuk Jenewa Chen Xu.
Sebagai tuan rumah sidang tahunan WHO, Swiss memberikan dukungan dengan sumbangan sukarela USD 80 juta (Rp 1,31 triliun) selama empat tahun ke depan.
WHO juga mulai menjajaki kerja sama dengan donor bertarget seperti perusahaan farmasi dan lembaga filantropi. ELMA Foundation, misalnya, telah menyumbang USD 2 juta (Rp 32,8 miliar) untuk mendukung jaringan laboratorium campak dan rubella global. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO