Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kebijakan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah menjadi perhatian di Tanah Air. Tak terkecuali bagi Presiden Prabowo Subianto. Ia telah mengajukan permintaan waktu untuk bertemu dengan Trump.
Menteri Luar Negeri (Menlu), Sugiono, menyatakan bahwa presiden telah meminta waktu untuk bertemu Trump.
”Kami sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan Presiden Trump beberapa waktu lalu. Bahkan jauh sebelum tarif diberlakukan, dan tentu saja dalam kaitannya dengan hubungan bilateral antara kedua negara,” ujarnya di Ankara melalui siaran dari Sekretariat Presiden, Jumat (11/4).
Dengan adanya kebijakan tarif tersebut, pihaknya terus mengupayakan pertemuan itu. Saat ini, delegasi Indonesia juga sudah berangkat ke Amerika Serikat.
”Kita sudah mengirimkan, (waktu negosiasi) tergantung kapan diterimanya,” jelasnya.
Terkait apakah sudah ada respons dari pihak Amerika, Sugiono tidak menjawab secara gamblang. ”Kalau sudah, nanti dikasih tahu,” katanya.
Secara terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama para menkeu dari negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) menggelar pertemuan di Malaysia. Pertemuan yang digelar di bawah Keketuaan Malaysia itu berlangsung di tengah situasi global perang dagang.
”Diawali retreat Menteri Keuangan, membahas kebijakan penerapan tarif resiprokal Liberation Day Presiden Trump ke lebih dari 60 negara mitra dagang yang memiliki surplus atau yang dianggap memanfaatkan pasar Amerika Serikat (AS) secara tidak adil,” ujar Ani.
Ani menjelaskan, kebijakan AS tersebut meruntuhkan sistem perdagangan dunia berbasis aturan (rule-based system) seperti WTO dan Bretton Woods Institutions, sistem yang sejatinya diciptakan oleh AS pasca Perang Dunia II.
Dengan langkah tersebut, setiap negara dipaksa untuk melakukan negosiasi langsung dengan AS. Tiongkok kemudian memutuskan untuk melakukan retaliasi dengan memberlakukan tarif tandingan, yang kemudian dibalas lagi oleh AS dengan menaikkan tarif dagang hingga 125 persen.
”Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan guncangan besar dalam perekonomian global. Diperkirakan akan menyebabkan pelemahan ekonomi dunia dan tekanan inflasi global,” ujar Ani. ASEAN, dengan ukuran ekonomi mencapai 3 triliun dolar AS (USD) dan populasi di atas 650 juta jiwa, memiliki potensi besar untuk memperkuat kerja sama dan menjaga stabilitas ekonomi regional.
Ani melanjutkan, Indonesia terus memperkuat ketahanan ekonomi melalui deregulasi dan penghilangan hambatan perdagangan serta investasi dalam negeri. Secara bersamaan, Indonesia juga melakukan diplomasi dan negosiasi untuk menjaga kepentingan ekonomi nasional dan kepentingan global.
”Tim Kabinet Merah Putih diinstruksikan Presiden Prabowo menyiapkan berbagai langkah menghadapi guncangan global tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menilai bahwa kebijakan Presiden AS Donald Trump lebih dilandasi pertimbangan politis ketimbang ekonomis. ”Kita harus menyadari dan menerima kenyataan pahit serta rasa campur aduk bahwa proses politik dan demokrasi bisa mendadak menghasilkan orang aneh seperti Donald Trump. Produk turunannya adalah kebijakan politik, yang tiba-tiba dibuat tanpa dasar teori dan hukum ekonomi,” ujar Didik di Jakarta, Jumat (11/4).
Ia menyebut, seluruh tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi kini runtuh akibat politik, yang secara sah dapat dilakukan di negara demokrasi seperti AS. Karena akar permasalahan ini adalah politik, Didik menilai bahwa solusi yang perlu diambil juga bersifat politis.
”Ekspor Indonesia ke AS sekitar 11–13 persen dari total ekspor ke seluruh dunia. Bagian ini yang akan terkena dampak langsung,” katanya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG