Buka konten ini
PRESIDEN Prabowo Subianto menerbitkan daftar Proyek Strategis Nasional terbaru melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 pada 10 Februari 2025 lalu. Selain membuat program PSN baru, Prabowo dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 itu juga menyatakan berkomitmen melanjutkan sejumlah proyek di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang berstatus carry over (meneruskan).
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tercatat ada tujuh PSN, namun dalam daftar tersebut tidak ada PSN Rempang Eco City dan PSN Pulau Tanjung Sauh yang dulunya ditetapkan di masa Presiden Joko Widodo.
Hingga saat ini pemerintah tidak menjelaskan alasan tidak memasukkan dua PSN pada masa Presiden Joko Widodo tersebut. Sedangkan tujuh PSN lainnya yang masuk dalam daftar, di antaranya, pengembangan KEK Galang Batang, Kepulauan Riau – BUPP KEK Galang Batang. Dilansir dari situs kek.go.id proyek ini akan dikembangkan sebagai sentra industri pengolahan mineral hasil tambang bauksit dan produk turunannya baik dari refinery maupun proses smelter di Pulau Bintan.
Lalu, PSN kawasan industri Pulau Ladi Kepulauan Riau. Sampai saat ini belum ada keterangan resmi pemerintah terkait PSN yang akan dikelola pihak swata tersebut. Berikutnya, Kawasan Industri Wiraraja Green Renewable Energy & Smart-Eco Industrial Park, Kepulauan Riau. Kawasan PSN satu ini berada di Pulau Galang, bersebelahan dengan Pulau Rempang. Diproyeksikan kawasan industri yang nantinya akan dikelola PT Galang Bumi Industri dan PT Marubeni Global Indonesia akan mendatangkan investasi lima tahun ke depan 17,6 miliar dolar AS (USD).
Kemudian, PSN Kawasan Industri Toapaya, Pulau Poto, dan Kampung Masiran, Kepulauan Riau. Di kawasan ini rencananya akan dibangun industri amunisi persenjataan, galangan kapal industri peleburan baja serta industri recycle. Dengan total investasi diperkirakan Rp120,5 triliun.
Berikutnya, pembangunan jaringan gas perkotaan; program hilirisasi kelapa sawit, kelapa, dan rumput laut; serta program hilirisasi nikel, timah bauksit, dan tembaga.
Masuknya tujuh proyek ke daftar PSN baru tersebut juga dibenarkan Gubernur Kepri, Ansar Ahmad. Menurutnya, keberadaan PSN ini dapat memberikan dampak ekonomi di Provinsi Kepri. Seperti dibukanya lapangan kerja, hingga lapangan usaha yang terbilang cukup besar.
”Pasti memberikan dampak ekonomi, minimal lapangan kerja, lapangan usaha. Ya kita dorong yang (masuk) PSN itu,” ujar Ansar kepada Batam Pos, Rabu (12/3) malam.
Ia menegaskan, Pemprov Kepri akan mendorong PSN sesuai dengan kewenangan mereka. Seperti, Pemprov Kepri akan melayani perizinan dengan baik. ”Paling tidak mana mana yang menjadi kewenangan kita berkaitan dengan perizinan akan kita layani dengan baik,” sebutnya.
Selain itu, kata dia Pemprov Kepri tidak akan membentuk tim khsus untuk mendorong proyek yang masuk dalam PSN tersebut. Sebab, tupoksi tersebut dipegang oleh Dewan kawasan dan Gubernur Kepri.
”Kan sudah ada Dewan Kawasan, Gubernur, secara tupoksi memang sudah tugasnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kepri, Rodyantara, menambahkan bahwa tujuh proyek tersebut memang masuk dalam PSN. Kendati demikian, pihaknya masih menunggu Kementerian PUPR untuk melakukan sosialisasi.
”Kami belum menerima informasi update-nya. Nanti nunggu kementerian PUPR melalukan sosialisasi,” pungkasnya.
Dalam dokumen tersebut, terdapat 77 proyek yang masuk dalam daftar indikasi Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk periode 2025-2029. Dari jumlah itu, 29 merupakan proyek baru, sementara 48 merupakan proyek lanjutan dari pemerintahan sebelumnya.
Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah absennya proyek Rempang Eco City dalam daftar PSN tersebut. Padahal, proyek ini sebelumnya telah mendapat status PSN di era Presiden Joko Widodo.
Kejanggalan ini semakin menarik perhatian ketika muncul dugaan keterkaitan antara keputusan tersebut dengan pertemuan delapan konglomerat dengan Presiden Prabowo pada 6 Maret lalu. Salah satu yang hadir dalam pertemuan itu adalah pengusaha Tomy Winata, yang diketahui terlibat dalam proyek Rempang Eco City.
Di tengah simpang siur status proyek ini, BP Batam tetap bersikeras, menyebut Rempang Eco City masih merupakan bagian dari PSN. Dalam siaran pers yang dirilis pada 12 Maret 2025, otorita menegaskan bahwa proyek tersebut masih tercakup dalam Arah Pembangunan Kewilayahan yang tertuang dalam Lampiran IV Perpres No 12 Tahun 2025.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, dalam pernyataannya memastikan proyek ini tetap sejalan dengan rencana pengembangan koridor indus-tri di Batam. Ia menekankan bahwa pengembangan kawasan ini bertujuan untuk menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan membuka peluang kerja bagi masyarakat setempat.
Menurutnya, jika pembangunan perumahan tahap kedua dan fasilitas pendukung lainnya dapat diselesaikan, maka akan terjadi perubahan persepsi masyarakat terhadap proyek ini. ”Apabila pembangunan rumah tahap kedua beserta fasilitas pendukung lainnya rampung, kami optimis ini akan mengubah pandangan masyarakat menjadi lebih positif terhadap rencana investasi di kampung mereka,” ujar Tuty, Selasa (11/3).
Meski demikian, ia mengakui percepatan realisasi proyek ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. ”Sesuai pesan Pak Kepala dan Bu Waka, yang paling penting adalah bagaimana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat bisa terjaga dengan baik,” tambahnya.
BP Batam telah menganggarkan kurang lebih Rp135 miliar untuk melanjutkan pembangunan Rempang Eco City di 2025. Anggaran ini akan digunakan untuk berbagai kebutuhan pembangunan proyek.
Namun, pernyataan dari BP Batam menuai respons dari salah satu aktivis Batam sekaligus pendiri LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak), Uba Ingan Sigalingging. Ia mempertanyakan dasar klaim BP Batam yang menyatakan bahwa proyek ini masih termasuk PSN.
Menurut pemahamannya, dalam Lampiran IV Perpres tersebut, proyek Rempang Eco City hanya masuk dalam ”highlight indikator intervensi”, bukan sebagai bagian dari 77 proyek yang secara resmi masuk dalam daftar PSN 2025-2029. Dengan kata lain, proyek ini dipandang sebagai proyek potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut apabila pemerintah menganggapnya memiliki nilai strategis.
”BP Batam tidak menjelaskan secara detail bagaimana status proyek Rempang Eco City itu bisa mendapatkan status PSN, sementara kita mengetahui di lampiran tersebut hanya disebut sebagai sebuah sorotan pemerintah yang memiliki potensi,” katanya, Rabu (12/3).
Uba menjelaskan, lampiran IV mencakup berbagai proyek potensial di seluruh Indonesia. Pemerintah memang menyusun daftar ini sebagai bentuk intervensi pembangunan jangka menengah, tetapi tidak semua proyek yang tercantum otomatis mendapat status PSN.
”Artinya, jika pemerintah di kemudian hari ingin meningkatkan status proyek ini atau mengambil langkah tertentu dalam hal investasi, mereka sudah memiliki landasan hukum,” kata mantan legislator Kepri itu.
Fakta bahwa pemerintah saat ini sedang melakukan efisiensi anggaran juga menjadi faktor penting. Dengan anggaran yang terbatas, pemerintah tentu harus memprioritaskan proyek yang benar-benar memiliki nilai strategis tinggi.
”Dengan keputusan pemerintah yang telah menetapkan hanya 77 PSN, ini jelas menyatakan proyek Rempang Eco City tidak termasuk di dalamnya,” kata Uba.
Dia pun mendesak BP Batam agar lebih transparan dalam memberikan informasi kepada masyarakat. ”Kami berharap BP Batam bisa memberikan penjelasan yang tidak membingungkan, terutama bagi masyarakat Rempang yang terdampak langsung oleh proyek ini,” lanjutnya.
Ketidakpastian status proyek ini, menurutnya, berdampak besar bagi warga setempat. Selain faktor ekonomi dan sosial, aspek budaya dan politik juga turut terpengaruh oleh kebijakan yang masih abu-abu ini.
Uba juga menyoroti potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) jika proyek ini tetap dipaksakan tanpa kejelasan hukum yang kuat. Konflik sosial yang pernah terjadi di Rempang menjadi bukti pendekatan investasi tanpa memperhitungkan aspek sosial dapat memicu ketegangan.
”Kami mendukung peninjauan ulang atau bahkan pembatalan proyek ini jika memang berpotensi menimbulkan konflik HAM,” kata dia.
Sementara itu, polemik mengenai status Rempang Eco City ini juga mencerminkan tarik menarik kepentingan antara investasi dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah pusat di satu sisi berusaha menarik investasi, sementara di sisi lain ada tuntutan agar proyek ini lebih transparan dan adil.
Penting bagi BP Batam dan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum terkait proyek tersebut. Tanpa kejelasan, ketidakpastian akan terus menjadi sumber keresahan bagi masyarakat yang terdampak. (***)
Reporter : Mohamad Ismail – Arjuna
Editor : Ryan Agung