Buka konten ini
SEKUPANG (BP) – Sepanjang 2024, Pengadilan Agama (PA) Batam hanya mengabulkan tiga permohonan poligami dari warga yang telah memenuhi syarat hukum. Meski jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan kasus perceraian yang mencapai ribuan, permohonan poligami tetap menjadi sorotan karena prosesnya yang tidak mudah serta harus melalui pertimbangan ketat dari pengadilan.
Humas PA Batam, Azizon, menjelaskan bahwa setiap permohonan poligami yang dikabulkan telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Salah satu syarat utama adalah adanya persetujuan dari istri pertama, baik secara tertulis maupun dalam persidangan.
”Tiga permohonan poligami yang dikabulkan karena sudah memenuhi syarat. Setiap pemohon harus mendapatkan izin dari istri pertama serta membuktikan bahwa mereka mampu menafkahi keluarga secara adil,” ujar Azizon.
Menurutnya, pengajuan poligami di PA Batam tidak bisa dilakukan sembarangan. Beberapa syarat utama yang harus dipenuhi suami sebelum mendapatkan izin antara lain persetujuan tertulis dari istri pertama sebagai syarat administrasi. Kemudian, persetujuan lisan dari istri pertama yang disampaikan langsung dalam sidang.
Selain itu, bukti kemampuan finansial dan keadilan dalam memberikan nafkah kepada semua istri serta anak-anak. Alasan yang kuat, seperti istri pertama yang mengalami penyakit tertentu atau tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
”Syarat lain yang harus dipenuhi adalah pencantuman harta bersama dengan istri pertama dalam dokumen pengajuan. Ini bertujuan untuk mencegah perselisihan di kemudian hari,” tambahnya.
Dari tiga permohonan yang dikabulkan, mayoritas pemohon berusia 40 hingga 60 tahun. ”Rata-rata mereka mengajukan dengan alasan istri pertama tidak bisa memberikan nafkah batin atau memiliki kondisi kesehatan tertentu,” jelas Azizon.
Di sisi lain, meskipun jumlah permohonan poligami yang dikabulkan tergolong rendah, PA Batam justru mencatat angka perceraian yang cukup tinggi sepanjang 2024, yakni mencapai 2.329 kasus. Dari jumlah tersebut, 1.548 kasus merupakan cerai gugat (diajukan oleh istri), sementara 483 kasus adalah cerai talak (diajukan oleh suami).
”Mayoritas perceraian terjadi karena perselingkuhan dan faktor ekonomi. Banyak pasangan yang merasa tidak nyaman lagi dalam rumah tangga karena gaya hidup di Batam yang tinggi,” ungkap Azizon.
PA Batam sebenarnya selalu berupaya mendamaikan pasangan yang bersengketa melalui mediasi. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan masing-masing pihak. (*)
Reporter : RENGGA YULIANDRA
Editor : RATNA IRTATIK