Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Ada banyak contoh yang membuat AS tak akan menang melawan Tiongkok, yang memiliki cadangan devisa 16 kali lebih banyak dari yang dimiliki AS.
Tiongkok menghimpun 3,2 triliun dolar AS, sedangkan Amerika hanya 243 miliar dolar AS.
Banyak produk-produk unggulan Tiongkok yang justru pasar terbesarnya bukan AS, contohnya laptop dan ponsel.
Tiongkok adalah pemasok utama laptop dan ponsel untuk India, Amerika Latin, dan Afrika. Sebaliknya Tiongkok adalah pasar utama untuk produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan AS, termasuk Apple yang memproduksi iPhone dan Boeing yang memasok pesawat komersial ke seluruh dunia.
Hingga September 2024, Tiongkok menyumbangkan 17 persen dari total pendapatan Apple. Tiongkok juga pembeli besar pesawat Boeing yang menampung 150.000 pekerja AS. Nilai kontraknya mencapai 1 triliun dolar AS.
Bayangkan jika Tiongkok tiba-tiba mengalihkan perhatian kepada Airbus, sebagai eskalasi dari perang dagang dengan Amerika.
Bayangkan pula jika Tiongkok mengalihkan perhatian kepada Mercedes, BMW, atau Lexus, ketimbang kepada Ford atau produk-produk otomotif AS lainnya.
Skenario itu sangat mungkin terjadi mengingat Eropa sudah sangat fobia terhadap Trump, termasuk akibat caranya dalam memperlakukan Ukraina.
Mantan presiden Prancis, Francois Hollande menyebut Trump sudah bukan lagi sekutu Eropa, sedangkan Kepala kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyatakan dunia Barat membutuhkan pemimpin baru, karena Trump sudah tak bisa diandalkan.
Oleh karena itu, menarik untuk diikuti apakah perang dagang yang dilancarkan tanpa pandang bulu oleh Trump itu akan membuat “America Great Again” seperti dia semburkan, atau justru membuat mereka yang diperangi AS, termasuk Tiongkok, malah aktif berkolaborasi dalam menangkal kebijakan perdagangan sepihak ala Donald Trump.
Tiongkok sendiri, seperti diutarakan Perdana Menteri Li Qiang pada 3 Maret, menawarkan kebijakan yang lebih terbuka dan multilateralistis kepada dunia. Ini jelas antitesis dari pendekatan yang diadopsi Trump.
Pertanyaannya, apakah formula Trump atau formula Tiongkok yang menang?
Mari kita lihat paling tidak untuk dua tahun ke depan, sampai rakyat AS memilih kembali wakil-wakil rakyatnya dalam Pemilu Sela 2026 yang bisa menentukan nasib Trump dan AS kemudian. (*)
Reporter : JP Group
Editor : andriani susilawati