Buka konten ini

Bagi anak, Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk belajar tentang kesabaran, kebaikan, dan menumbuhkan empati kepada sesama. Banyak metode yang bisa dilakukan untuk mengenalkan puasa pada anak.
RAMADAN menjadi salah satu bulan yang paling istimewa dan ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Pada momen ini, orangtua memiliki peran penting untuk mengenalkan puasa pada anaknya yang masih di bawah umur.
Lianda Marta, psikolog klinis anak dan remaja, menjelaskan, dengan mengenalkan puasa pada anak bisa membantu perkembangan kontrol diri pada anak. Juga menumbuhkan empati pada orang lain, melatih kesabaran dan membangun resiliensi, dan melatih kedisiplinan dalam mengikuti aturan.
”Dan tentu, puasa juga membantu menguatkan pemahaman nilai-nilai agama pada anak, sesuai dengan value yang ingin ditanamkan oleh orangtua,” tutur Lia.
Dalam Islam, berpuasa di bulan Ramadan wajib dilakukan oleh anak yang sudah baligh. Namun, orangtua bisa memulai mengenalkan konsep berpuasa pada anak sejak dini, dengan cara dan pendekatan yang sesuai tahapan usia anak, agar kelak anak dapat menjalani puasa dengan positif dan tanpa paksaan.
”Semua tergantung kesiapan anak, baik secara fisik, kognitif, dan emosional,” imbuh Lia.
Untuk anak usia 3-5 tahun, anak mulai belajar meniru hal-hal yang dilakukan orang sekitarnya. Orangtua bisa memulai dengan cerita ringan tentang puasa. Bisa dengan menggunakan buku cerita bergambar untuk menjelaskan apa itu puasa, dan mengapa orang berpuasa. Bisa juga dengan melibatkan anak dalam aktivitas bersama, seperti membantu ibu menyiapkan menu buka puasa, atau ikut bangun sahur bersama keluarga.
”Pada usia ini, anak bisa dilatih berpuasa secara bertahap. Misalnya berpuasa dari subuh sampai jam 10 pagi. Lakukan dengan cara menyenangkan, seperti sedang menjalankan permainan,” terangnya.
Sedangkan untuk anak usia 6-9 tahun, di tahap usia ini, anak mulai berpikir lebih logis, mulai memahami aturan, dan belajar dari pengalaman nyata. Orangtua bisa memberikan tantangan puasa secara bertahap, bisa berupa kesepakatan bersama anak. Misalnya, di hari pertama sampai jam 10 pagi, di hari kedua sampai jam 12 siang.
”Dan jangan lupa memberikan apresiasi setulus hati pada anak, agar mereka semakin termotivasi,” ucapnya.
Kemudian untuk anak usia 10-12 tahun, mereka mulai bisa berpikir lebih abstrak, dan umumnya sudah mampu berpuasa secara penuh. Pada usia ini, anak sedang mengalami gejolak emosi yang signifikan, mereka akan lebih mudah marah, atau kesal selama berpuasa.
Hal itu bisa diatasi dengan mengajak anak melakukan teknik regulasi emosi sederhana, seperti mengatur pernapasan, atau melakukan hal yang menyenangkan. ”Pada usia ini juga, anak sudah bisa membangun kebiasaan beribadah lainnya, seperti sholat berjamaah, atau membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari,” imbuh Lia.
Sedangkan untuk usia 12 tahun ke atas, umumnya anak mulai memasuki usia baligh, dan dalam Islam mereka sudah wajib berpuasa. Mereka juga cenderung lebih mandiri dalam beribadah. Orangtua bisa mendorong anak untuk melakukan manajemen waktu yang baik selama Ramadan.
Sebagai seorang psikolog anak dan remaja yang berpraktik di Batam, Lia sering kali membagikan edukasi di akun instagram-nya @liamarta.psi tentang penanganan anak sesuai dengan usia mereka. Salah satunya tips mengenalkan puasa pada anak sesuai usianya.
”Mengenalkan puasa sesuai tahapan usia anak, dan menciptakan suasana Ramadan yang menyenangkan, akan membantu anak menjalani ibadah puasa dengan lebih ringan dan tanpa beban,” ucap Lia di akhir perbincangan. (***)
Reporter : TIA CAHYA NURANI
Editor: RYAN AGUNG