Buka konten ini
HARGA santan kelapa di Batam mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Harga santan murni yang sebelumnya sekitar Rp22 ribu per kilogram (kg), kini melonjak hingga Rp35 ribu sampai Rp40 ribu per kg.
Tidak hanya mahal, santan murni juga mulai sulit didapat di pasaran. Hal ini memicu keluhan dari berbagai kalangan, terutama pemilik rumah makan, penjual kue, dan ibu rumah tangga.
Salah satu penyebab utama kelangkaan santan adalah perubahan sistem pembelian kelapa oleh pengepul. Jika sebelumnya kelapa dijual per biji, kini pembelian dilakukan dengan sistem timbang. Sistem baru ini membuat harga kelapa melonjak karena ukuran besar dan kecil dihitung rata, tanpa mempertimbangkan kualitas. Akibatnya, pasokan kelapa untuk produksi santan semakin terbatas dan harga jualnya ikut naik.
Alwi, seorang pedagang santan di Pasar Sagulung, mengakui bahwa harga santan mulai naik sejak pergantian tahun.
Namun, dalam sebulan terakhir, kondisi semakin parah, dengan stok santan yang semakin langka.
“Kalau pun ada, harganya mahal sekali. Banyak pelanggan, terutama pemilik rumah makan yang mengeluh,” ungkapnya, Selasa (18/2).
Hendro, pemilik rumah makan di Batam, merasakan dampak besar dari kenaikan harga santan. Ia mengatakan, sulit untuk mengurangi penggunaan santan dalam resep masakannya karena pelanggan menyukai cita rasa yang sudah ada.
”Santan adalah bahan utama di beberapa menu saya. Tidak mungkin dikurangi karena bisa mengubah rasa makanan,” ujarnya.
Sebagai solusi, Hendro terpaksa mengurangi porsi lauk agar tetap bisa menutupi biaya produksi yang semakin tinggi.
Bukan hanya pelaku usaha, ibu rumah tangga pun mengeluh-kan kondisi ini. Yanti, warga Batuaji, mengaku kesulitan mendapatkan santan murni dengan harga terjangkau. ”Santan kemasan memang tersedia, tapi harganya lebih mahal dan rasanya tidak seautentik santan segar,” katanya.
Ia berharap pemerintah segera mengatasi masalah ini agar harga santan kembali stabil.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Batam, Mardanis, menjelaskan bahwa kenaikan harga santan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya tarif pengiriman kelapa dari luar daerah.
”Sebagian besar kelapa yang digunakan di Batam dikirim dari Tembilahan (Riau) menggunakan kapal. Kenaikan tarif angkutan ini berdampak langsung pada harga kelapa, yang kemudian berimbas pada harga santan,” jelasnya.
Selain itu, Mardanis menyebutkan bahwa petani kelapa juga menghadapi kesulitan dalam proses panen, yang semakin mengurangi pasokan kelapa.
”Setelah saya berkoordinasi dengan distributor kelapa, masalah utamanya adalah biaya angkut yang naik drastis,” tambahnya.
Untuk menstabilkan harga santan, pemerintah Kota Batam berencana menggelar operasi pasar. Langkah ini dianggap penting mengingat permintaan santan akan meningkat menjelang bulan Ramadan.
”Kami akan segera melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga karena bahan pokok seperti santan biasanya lebih mahal menjelang Ramadan,” kata Mardanis.
Meski pemerintah berencana untuk melakukan operasi pasar, beberapa pedagang berharap ada solusi jangka panjang.
”Kalau kondisi ini terus berlanjut, kami yang jualan makanan bisa rugi besar. Harus ada regulasi supaya harga kelapa dan santan lebih stabil,” ujar Hendro.
Dengan harga santan yang terus tinggi dan pasokan terbatas, masyarakat Batam kini harus beradaptasi. Beberapa orang memilih untuk mengurangi penggunaan santan dalam masakan mereka, sementara yang lain terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan bahan makanan yang menjadi bagian penting dari hidangan khas Indonesia. (***)
Reporter : Eusebius Sara
Editor : RATNA IRTATIK