Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Indonesia resmi memiliki data tunggal sosial ekonomi nasional (DTSEN). Hal itu berlaku seiring terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 pada awal Februari lalu. Meski demikian, data tunggal tersebut tak langsung dipergunakan untuk penyaluran bantuan sosial (bansos).
DTSEN merupakan hasil sinkronisasi tiga pangkalan data utama. Yakni, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), registrasi sosial ekonomi (regsosek), dan penyasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE). Setelah payung hukum resmi keluar, DTSEN resmi menjadi acuan dalam penyaluran bansos semua kementerian dan lembaga.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar mengungkapkan, dengan keluarnya inpres tersebut, mulai saat ini semua proses data akan melalui satu pintu. Yakni, Badan Pusat Statistik (BPS). ”Semoga dengan data tunggal ini, semua sasaran program nasional, mulai bantuan sosial, program perlindungan sosial, hingga sasaran-sasaran pembangunan lainnya, menjadi tepat, efektif, dan akurat,” ungkapnya, Selasa (18/2).
Meski sudah resmi di-launching, Muhaimin mengatakan bahwa DTSEN belum akan digunakan saat ini. Data itu baru dimanfaatkan untuk penyaluran bansos pada kuartal kedua 2025 atau April, Mei, dan Juni 2025. ”Yang sekarang masih menggunakan DTKS,” ungkapnya.
Muhaimin memastikan, dengan DTSEN, penyaluran bansos akan lebih tepat sasaran. Namun, dia menggarisbawahi, data itu tidak bersifat absolut. Data akan terus berkembang lantaran ada perubahan.
Misalnya, warga meninggal, lahir, graduasi, atau justru turun kelas. ”Setiap tiga bulan akan ada update,” tegasnya.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menyosialisasikan DTSEN. Semua pihak sepakat pentingnya sinkronisasi data terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan kebijakan.
Dalam konteks bantuan kesejahteraan guru, Mensos mengatakan, diperlukan data final yang dirumuskan tiga kementerian terkait bersama BPS. Hal itu sebagaimana Kemensos yang saat ini terus berkoordinasi dengan BPS, khususnya soal pemutakhiran DTSEN.
”Ada mekanisme yang disepakati untuk pemutakhiran,” ungkapnya.
Sinergi data juga dilakukan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sinkronisasi itu berkaitan dengan anak-anak rentan, anak-anak yang berhadapan dengan hukum, dan penyandang disabilitas.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengatakan pihaknya mendorong adanya sertifikasi dan standardisasi layanan LKS. Sebab, masih banyak kekerasan yang terjadi di LKS, terutama di daerah-daerah. Ai Maryati juga menekankan urgensi peningkatan seluruh sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur, baik terkait pengasuhan anak maupun rehabilitasi sosial korban. Sebab, dua indikator tersebut merupakan kunci perlindungan anak. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG