Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Pemerintah kembali membuat kebijakan relaksasi di bidang pajak. Pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) bagi pegawai di industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit akan dibebaskan. Kebijakan itu berlaku sepanjang Januari–Desember 2025.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025. PMK Nomor 10 Tahun 2025 tersebut ditetapkan dan diberlakukan sejak 4 Februari 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti menjelaskan, aturan itu merupakan tindak lanjut dari kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
’’Latar belakang penerbitan PMK ini adalah sebagai upaya mempertahankan daya beli masyarakat. Selain itu, kebijakan ini bertujuan menjaga stabilitas perekonomian nasional, katanya di Jakarta, Senin (17/2).
Dwi menambahkan, PMK Nomor 10 Tahun 2025 mengatur insentif diberikan kepada pegawai dengan penghasilan bruto yang diterima tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan atau Rp500.000 per hari. Pemberi kerja harus memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam lampiran A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK itu. Ketentuan lebih lengkap dapat diakses dan diunduh pada laman landas pajak.go.id.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa efisiensi anggaran oleh pemerintah tak akan memengaruhi kinerja. Kemendag akan mengefisiensi pagu tahun Anggaran 2025 sebesar 38,88 persen. Dengan demikian, pagu Kemendag setelah efisiensi menjadi Rp1,132 triliun dari semula Rp1,853 triliun.
”Kami memastikan efisiensi anggaran tetap memenuhi operasional dasar, pelayanan publik, serta dukungan terhadap fokus program kerja Kemendag. Fokus program kerja Kemendag, yaitu penga-manan pasar dalam negeri, perluasan pasar ekspor, dan peningkatan UMKM,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Efisiensi anggaran di Kemendag merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025. Efisiensi dilakukan, antara lain, untuk biaya perjalanan dinas, alat tulis kantor, seminar, acara seremonial, honorarium, dan belanja lainnya.
Dewan Pakar Asosiasi Pe-ngusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengatakan, niat pemerintah melakukan efisiensi anggaran akan bagus jika memang untuk menghemat anggaran dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya administrasi dan sosialisasi atau tidak substantif. Namun, jika pemangkasan anggaran dilakukan juga pada sektor layanan publik dan infrastruktur, kondisi itu akan memukul perekonomian serta dunia usaha.
”Jangan mengorbankan belanja pemerintah di sektor-sektor pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur karena multi effect-nya pada pertumbuhan ekonomi sangat besar,” ujar Danang.
Menurut Danang, pemangkasan anggaran yang dilakukan pada sektor-sektor tertentu bakal memukul dunia usaha. ”Akan berpengaruh karena ada kontraktor-kontraktor swasta yang bekerja atas dasar APBN dan APBD. Penghematan pemerintah ini berdampak pada mata rantai perputaran supply chain di domestik,” urainya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG