Buka konten ini
BATAM (BP) – Harga santan curah dan kemasan pabrik di Batam me-ngalami lonjakan signifikan dalam dua bulan terakhir. Dari harga normal sekitar Rp22 ribu per kilogram (kg), kini santan dijual hingga Rp40 ribu per kg. Kenaikan ini dikeluhkan masyarakat, terutama pelaku usaha kuliner yang bergantung pada santan segar sebagai bahan utama. Tidak hanya mahal, santan kemasan pabrik sangat langka di pasaran. Sementara, harga santan curah melonjak tinggi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Batam, Mardanis, mengungkapkan bahwa lonjakan harga santan ini disebabkan oleh terbatasnya pasokan kelapa di Batam. “Setelah kami amati, pertama, Batam tidak memiliki produksi kelapa sendiri. Kedua, kelapa yang masuk ke Batam didatangkan dari luar, seperti Tanjungbatu, Tembilahan, dan Tanjungpinang. Akibatnya, ketersediaan kelapa untuk kebutuhan lokal semakin berkurang,” ujar Mardanis kepada Batam Pos, Jumat (14/2).
Menurutnya, salah satu faktor utama yang menyebabkan kelangkaan kelapa di Batam adalah tingginya ekspor ke luar negeri, khususnya ke Malaysia dan Singapura. “Kelapa yang biasa didatangkan ke Batam lebih banyak diekspor ke luar negeri dibandingkan untuk konsumsi lokal. Hal ini menye-babkan persediaan di pasar lokal menipis, sehingga harga santan melonjak,” jelasnya.
Ia menilai kondisi ini mirip dengan permasalahan minyak sawit di Indonesia, dimana produksi dalam negeri lebih banyak diekspor sehingga stok lokal menjadi terbatas dan harga naik. Oleh karena itu, ia mengusulkan ada kebijakan pembatasan ekspor kelapa agar pasokan untuk konsumsi dalam negeri lebih terjamin.
Mardanis menjelaskan bahwa harga kelapa untuk ekspor jauh lebih tinggi dibandingkan harga di pasar lokal, sehingga petani lebih memilih menjual hasil panennya ke eksportir.
“Misalnya, ada 1.000 butir kelapa. Eksportir membeli dengan harga Rp10 ribu per butir, sementara jika dijual ke pengolah lokal, harganya hanya Rp5 ribu. Tentu petani lebih memilih menjual ke eksportir karena lebih menguntungkan,” katanya.
Situasi ini membuat pasokan kelapa di pasar lokal semakin berkurang. “Seharusnya pemerintah bisa membatasi ekspor dengan cara mengurangi kuotanya. Misalnya, jika ekspor kelapa 10 ton, maka 1 ton harus ditahan untuk pasar lokal Batam, sementara 9 ton boleh diekspor. Dengan begitu, stok kelapa di Batam tetap tersedia dan harga bisa kembali stabil,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Mardanis mengatakan bahwa Pemko Batam akan segera menggelar rapat koordinasi dengan eksportir kelapa dan pihak terkait. “Kami akan mengundang eksportir kelapa dan pihak karantina untuk berdiskusi. Kami ingin memastikan ekspor tidak terlalu longgar, sehingga kebutuhan lokal bisa tercukupi lebih dulu,” jelasnya.
Selain itu, DKPP juga berencana menggelar operasi pasar sebagai langkah jangka pendek untuk menstabilkan harga santan di Batam. “Biasanya ada rapat koordinasi menjelang hari besar, tapi kami tidak akan menunggu. Senin depan kami mulai operasi pasar dan akan coba menjual santan dengan harga yang lebih terjangkau agar masyarakat tidak terlalu terbebani,” katanya.
Selain kelangkaan kelapa segar, Mardanis juga menyoroti kelangkaan santan kemasan di Batam. “Saya juga heran kenapa santan kemasan sulit didapatkan di Batam. Padahal, kalau santan kemasan tersedia, bisa menjadi alternatif bagi masyarakat ketika harga santan segar naik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mencari tahu penyebab kelangkaan santan kemasan dan berkoordinasi dengan distributor agar pasokannya lebih lancar. “Kami akan mengimbau distributor untuk lebih banyak memasok santan kemasan ke Batam. Jika perlu, Pemda bisa membuat kebijakan agar distribusi santan kemasan lebih diprioritaskan ke pasar lokal,” katanya.
Menurutnya, jika kelangkaan santan kemasan bisa diatasi, maka harga santan segar di pasaran tidak akan terlalu terdampak oleh kenaikan harga kelapa. “Dengan adanya santan kemasan, masyarakat punya alternatif lain selain santan segar. Ini bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menstabilkan harga di pasar,” tutupnya.
Sebelumnya, pantauan di Pasar Victoria, Sekupang, Selasa (13/2), menunjukkan bahwa pedagang santan menyebutkan kenaikan harga santan ini terjadi karena pasokan kelapa di Batam berkurang. Banyak kelapa dikirim ke Malaysia karena harga jual di sana lebih tinggi, sehingga pasokan untuk pasar lokal menipis dan menyebabkan harga santan melambung.
“Kami dapat stok kelapa lebih sedikit dari biasanya, sementara permintaan tetap tinggi. Harga beli kelapa naik, otomatis harga santan juga ikut naik,” ujar Irwan, salah satu pedagang santan.
Dampak kenaikan harga ini paling dirasakan oleh pedagang rumah makan, terutama yang bergantung pada santan sebagai bahan utama dalam masakan mereka. Beberapa pedagang mengaku harus mengurangi menu bersantan atau menggantinya dengan alternatif lain agar tidak menaikkan harga jual secara drastis. (*)
Reporter : Rengga Yuliandra
Editor : RYAN AGUNG