Buka konten ini
Harga santan di Batam mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Dari harga normal sekitar Rp22 ribu per kilogram (kg), kini santan dijual hingga Rp40 ribu per kg. Kondisi ini berdampak pada pedagang rumah makan yang terpaksa mengurangi penggunaan santan dalam menu mereka demi menjaga harga jual tetap terjangkau bagi pelanggan.
Pantauan di Pasar Victoria, Sekupang, Selasa (13/2), pedagang santan menyebutkan bahwa kenaikan harga ini terjadi karena pasokan kelapa di Batam berkurang. Banyak kelapa yang dikirim ke Malaysia karena harga jual di sana lebih tinggi, sehingga pasokan untuk pasar lokal menipis dan menyebabkan harga santan melambung.
”Kami dapat stok kelapa lebih sedikit dari biasanya, sementara permintaan tetap tinggi. Harga beli kelapa naik, otomatis harga santan juga ikut naik,” ujar Irwan, salah satu pedagang santan di Pasar Victoria.
Dampak kenaikan harga ini paling dirasakan oleh pedagang rumah makan, terutama yang bergantung pada santan sebagai bahan utama dalam masakan mereka. Beberapa pedagang mengaku harus mengurangi menu bersantan atau menggantinya dengan alternatif lain agar tidak menaikkan harga jual secara drastis.
Yanto, pemilik warung makan padang di Sekupang, mengatakan bahwa kenaikan harga santan membuatnya harus menyesuaikan menu. Ia mengurangi porsi masakan bersantan dan lebih selektif dalam penggunaannya.
”Biasanya saya buat gulai setiap hari, sekarang hanya dua atau tiga kali seminggu. Kalau tetap banyak pakai santan, harga jual makanan juga harus naik, sementara pelanggan pasti keberatan,” katanya.
Hal serupa diungkapkan Rina, pemilik rumah makan di Batuaji. Ia memilih mengurangi menu seperti opor ayam dan gulai karena biaya produksi meningkat tajam.
”Dulu kalau masak gulai bisa pakai santan lebih banyak biar gurih, sekarang harus dikurangi supaya harga jualnya tetap masuk akal. Kalau naikkan harga makanan, nanti pelanggan kabur,” ujarnya.
Khadijah, 42, pelaku usaha kue rumahan juga mengeluhkan santan kemasan yang langka di pasaran sejak bulan lalu. Pasalnya, sejumlah kue yang dijualnya menggunakan santan untuk rasa gurihnya.
”Susah banget cari santan kemasan sekarang. Jangankan yang kemasan besar, yang kecil pun sekarang gak ada di rak-rak toko. Kalau pun ada harganya naiknya tinggi banget,” keluhnya.
Menurutnya, tidak hanya langka, santan kemasan pabrik maupun santan curah di pasar harganya selangit. ”Gak mungkin mengurangi takaran santannya, karena kualitas rasa kuenya akan jadi turun. Gak mungkin juga naikkan harga,” imbuh Khadijah.
Beberapa pedagang mencoba mencari alternatif lain, seperti mengganti santan segar dengan santan instan yang lebih murah atau menggunakan bahan lain untuk menggantikan rasa gurih santan. Para pedagang berharap harga santan bisa segera stabil agar mereka tidak terus merugi.
Mereka juga berharap pemerintah dapat mengatasi kelangkaan kelapa di pasar lokal agar harga santan tidak terus melambung. ”Kalau bisa ada kebijakan untuk menyeimbangkan pasokan kelapa di dalam negeri, jadi harga santan tidak terlalu mahal seperti sekarang,” kata Irwan.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Batam, Mardanis, sebelumnya mengatakan bahwa kenaikan harga ini dipicu oleh tingginya tarif pengiriman kelapa, bahan baku utama santan, dari luar daerah. ”Kelapa kita di Batam sebagian besar dikirim dari Tembilahan menggunakan kapal. Kenaikan tarif angkutan ini tentu berdampak pada harga kelapa, yang pada gilirannya memengaruhi harga santan,” ungkap Mardanis.
Selain faktor pengiriman, Mardanis juga menyebutkan bahwa saat ini petani kelapa kesulitan panen, sehingga pasokan kelapa menjadi terbatas. ”Tadi saya juga sudah menghubungi teman-teman yang beraktivitas di distribusi kelapa, ternyata penyebabnya karena tarif angkutannya yang naik. Kelapa kita di Batam dikirim dari Tembilahan menggunakan kapal,” tambahnya.
Untuk mengatasi kenaikan tersebut, menurutnya, Pemerintah Kota Batam akan segera melakukan operasi pasar guna menstabilkan harga santan. ”Karena Batam tidak memproduksi kelapa, kami akan segera lakukan operasi pasar, apalagi menjelang Ramadan, dimana harga komoditas biasanya naik,” tutupnya. (***)
Reporter : Rengga Yuliandra
Editor : RYAN AGUNG