Buka konten ini
MOSKOW (BP) – Rusia menyerukan pencabutan semua sanksi sepihak terhadap Syria, yang dinilai menjadi tidak ada gunanya lagi setelah adanya pergantian kekuasaan di negara tersebut.
Seruan itu disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri Rusia, Rabu (12/2).
”Dalam situasi saat ini, kita perlu meninggalkan pendekatan politik konfrontatif terhadap krisis Syria dan mengonsolidasikan upaya internasional untuk memberikan bantuan efektif kepada rakyat Syria dan mendorong rekonstruksi negara pascakrisis,” katanya.
Rusia mendukung pencabutan semua sanksi sepihak yang berlaku terhadap Republik Arab Syria, yang jelas menghambat realisasi tugas prioritas ini, lanjutnya dalam pernyataan itu.
”Rusia memandang keputusan beberapa negara baru-baru ini untuk meringankan sanksi sebagai langkah ke arah yang benar,” kata Bogdanov.
Dia menambahkan bahwa setelah pergantian kekuasaan di negara tersebut, kelanjutan tekanan sanksi terhadap Damaskus sudah tidak masuk akal. Selain itu, ujar Bogdanov, pembatasan ekonomi terhadap Syria pun tidak memiliki dasar hukum internasional dan tidak disetujui oleh Dewan Keamanan PBB karena tidak bersesuaian dengan Piagam PBB.
Dia menambahkan bahwa Rusia telah menentang tindakan tersebut terhadap Syria selama bertahun-tahun.
”Sayangnya, karena ambisi geopolitik mereka, pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan sejumlah sekutu mereka telah menerapkan banyak sanksi yang mencekik terhadap Suriah, yang sebagian besar telah memicu krisis sosial dan ekonomi yang menghancurkan negara ini dan sekarang sangat menghambat pemulihan penuh negara tersebut,” papar Bogdanov.
Sebelumnya, pihak oposisi bersenjata Syria merebut Damaskus pada 8 Desember 2024. Bashar Assad mengundurkan diri sebagai presiden Syria dan melarikan diri ke Rusia, yang memberinya suaka.
Mohammed al-Bashir, yang menjalankan pemerintahan yang berbasis di Idlib bentukan Hayat Tahrir al-Sham dan kelompok oposisi lainnya, ditunjuk sebagai perdana menteri sementara.
Dia kemudian mengumumkan bahwa pemerintahan sementara telah dibentuk dan akan tetap berlaku hingga Maret 2025.
Pada Januari lalu, Ahmed Sharaa, pemimpin pemerintahan baru Syria, dinyatakan sebagai presiden transisi. (*)
Reporter : JP Group
Editor : andriani susilawati