Buka konten ini
Rumah produksi kain songket Mak Teh memiliki enam motif kain songket. Pelanggannya hingga Brunai Darusalam dan Thailand. Kegusaran tengah melanda karena tak ada penerus penenun kain songket dan akhirnya hilang digerus zaman. Suara mesin tenun menggema saat menyambut kehadiran Batam Pos di rumah produksi kain songket Mak Teh, Desa Tarempa Selatan, Minggu, (9/2).
Hari itu, hanya dua orang yang sedang fokus menenun kain songket pesanan pelanggan.
”Seperti ini lah tempat produksi kami nak. Alhamdulillah masih rutin kami terima pesa-nan kain songket,” ujar Isye Kurnia Ningsih, 64, yang akrab disapa Mak Teh.
Isye menceritakan rumah tenun tradisional yang ia dirikan ini berkat dorongan dari Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahtersa (TP-PKK) Kabupaten Anambas saat itu, Yeni Fitria.
”Tahun 2013 awal berdiri. Saya nekat aja buka usaha ini. Waktu itu tenun masih secara manual. Sekarang ini sudah gunakan mesin. Maklum sudah tua-tua yang kerja,” kata Mak Teh.
Rumah tenun miliknya ini rutin memproduksi kain tenun dengan empat motif yang terdiri sampan layar, padang terbakar, pucuk rebung dan bulan purnama. Semua motif sudah mendapatkan lisensi Hak Keka-yaan Intelektual (HKI).
”Ada juga motif buatan saya sendiri, bagan (kelong) dan (buah) cengkeh. Dua motif ini terinspirasi dari kehidupan sehari-hari warga Anambas khususnya Pulau Siantan yang sangat erat dengan bagan dan cengkeh,” terang Mak Teh.
Saat ini, usaha miliknya selalu dikontrol penuh Bank Indonesia. Hampir setiap tahun, rumah tenun miliknya mengikuti pameran baik di tingkat provinsi maupun nasional.
”Selain itu, kami juga dapat ilmu tiap tahun. Diundang ke Bank Indonesia yang di Batam untuk mendapatkan strategi memasarkan produk. Kita tak dilepas lah sama mereka, tetap dibimbing,” tuturnya.
Kain tenunan hasil produksi miliknya ini telah memiliki peminat dari negara luar seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura bahkan Thailand.
”Kalau dari lokal ya biasalah, ibu Gubernur Ansar dan mantan ibu Gubernur Isdianto rutin pesan. Terakhir, ibu Isdianto pesan untuk pesta nikah anaknya,” ungkap dia.
Harga songket tenunan yang mereka hasilkan bila dijual dibanderol seharga Rp2,5 juta, komplet satu set laki-laki dan perempuan.
”Produksi kain songket ini butuh waktu yang cukup. Sehari saja kami hanya mampu membuat kain tenunan 6 meter. Nah kalau benangnya kami pakai benang katun dan benang emas dari Pekanbaru dan Jepara,” terang Mak Teh.
Di tengah ramainya peminat kain tenunnya, Mak teh saat ini gusar karena generasi muda yang ia harapkan enggan belajar tenun untuk melestariskan identitas budaya Anambas agar tidak musnah.
”Buat apa banyak pelanggan tapi penerus kami tak ada. Saya sudah buka kelas belajar tenun untuk anak-anak kita, tapi tak ada yang minat. Alasannya malu lah dan tak menjanjikan hasilnya,” keluh dia.
Mak teh berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Anambas dapat berperan aktif untuk mengajak generasi muda agar mau belajar tenun.
”Saya tak minta macam-macamlah sama Pemkab, cukup ajak generasi muda untuk belajar tenun. Saya siap untuk mengajar, gratis tak usah bayar. Karena saya sendiri gusar tak ada penerus,” pungkas Mak Teh.(*)
Reporter : Ihsan Imaduddin
Editor : ANDRIANI SUSILAWATI