Buka konten ini
BATAM (BP) – Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan hingga Kuartal III tahun 2024. Berdasarkan data yang dirilis oleh BP Batam, Singapura menduduki peringkat teratas sebagai investor terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp1,91 triliun.
Selain Singapura, Tiongkok juga memberikan kontribusi besar terhadap realisasi PMA di Batam. Negeri Tirai Bambu tersebut mencatatkan nilai investasi sebesar Rp1,69 triliun selama periode yang sama. Hal ini menegaskan peran penting negara-negara Asia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Batam.
Batam, yang memiliki posisi strategis dekat dengan Singapura dan Malaysia, semakin menarik bagi investor global. Keunggulan geografis ini menjadi nilai tambah yang membuat Batam menjadi salah satu destinasi investasi terkemuka di Indonesia.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengapresiasi capaian tersebut. Menurutnya, keberhasilan ini tidak terlepas dari upaya BP Batam dalam meningkatkan kualitas infrastruktur yang mendukung kenyamanan para investor.
”Kita bersyukur karena Batam masih menjadi salah satu destinasi unggulan investasi di Indonesia. Hal ini tentu tidak terlepas dari upaya BP Batam yang terus berusaha untuk membenahi infrastruktur pendukung investasi,” kata dia, Selasa (14/1).
Pada sektor industri, realisasi investasi asing didominasi oleh industri mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik, dan jam. Total investasi dari sektor ini mencapai Rp1,84 triliun sepanjang kuartal III 2024, menjadikannya sektor penyumbang terbesar dalam perkembangan PMA di Batam.
Tidak hanya sektor industri utama, sektor lain seperti jasa, perdagangan dan reparasi, konstruksi, serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan investasi di Batam. Diversifikasi sektor ini menunjukkan potensi ekonomi Batam yang semakin luas dan dinamis.
Kerja sama seluruh pihak dalam menjaga iklim investasi yang kondusif adalah hal utama. Rudi juga mengapresiasi peran masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi para investor.
“Gairah investasi ini akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi Batam. Mari bersama-sama kita jaga situasi kondusif kota tercinta ini agar produksi bisa terus berjalan,” katanya.
Selain itu, Rudi optimistis tren positif ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatang seiring dengan peningkatan fasilitas infrastruktur dan pelayanan di Batam. BP Batam berkomitmen untuk terus menghadirkan inovasi dalam mendukung keberlanjutan investasi di kawasan tersebut.
Di tengah tingginya investasi asing di Batam, pengusaha meminta agar pemerintah mewaspadai kesepakatan antara Malaysia dan Singapura untuk membentuk Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zone/SEZ) di Johor.
Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, menilai SEZ tersebut berpotensi menjadi ancaman serius bagi daya saing Batam sebagai tujuan investasi.
Menurut dia, Johor-Singapura SEZ menawarkan berbagai kemudahan investasi yang sulit disaingi, seperti pajak korporasi sebesar 5 persen hingga 20 tahun dan insentif untuk industrial building allowance sebesar 10 persen.
”Perbedaan tarif pajak yang signifikan ini membuat Johor jauh lebih menarik dibandingkan Batam, meskipun kita memiliki fasilitas Free Trade Zone (FTZ),” katanya, Selasa (14/1).
Rafki menjelaskan, meskipun dampak langsung terhadap pengusaha di Batam saat ini belum terasa, potensi penurunan minat investor baru tetap menjadi kekhawatiran. ”Tidak ada pengusaha yang hengkang dari Batam karena ini, tetapi kita tidak tahu jika calon investor yang meninjau Johor dan Batam, lebih memilih Johor,” katanya.
Apindo Batam mendesak pemerintah untuk segera merespons dengan memberikan insentif fiskal serupa agar Batam tetap kompetitif. ”Jika Johor bisa memberikan insentif pajak besar, mengapa kita tidak? Tingginya corporate tax di Indonesia membuat Batam kehilangan daya tariknya, apalagi di tengah gejolak pasar global saat ini,” ujarnya.
Namun, ia juga menyadari tantangan pemerintah dalam memberikan insentif fiskal, mengingat keterbatasan ruang fiskal yang ada. Pemerintah sedang fokus pada program subsidi masyarakat, sehingga menurunkan pajak atau memberikan insentif besar bukan hal mudah. Pilihan lain seperti memperluas objek pajak atau menambah utang juga memiliki konsekuensi besar.
Rafki mengakui, fasilitas FTZ telah memberikan manfaat besar bagi Batam selama ini. Namun, kondisi pasar global yang tidak stabil membuat FTZ kurang menarik bagi calon investor. Selain itu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam juga belum terbukti efektif dalam menarik investasi baru.
”Biaya logistik dari Batam ke luar negeri masih tinggi, sehingga infrastruktur kita belum cukup menarik. Kami sudah lama menyampaikan ini ke pemerintah, tetapi solusi nyata belum terlihat,” katanya.
Dia berharap, pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan yang lebih strategis untuk menjaga daya saing Batam. Selain insentif fiskal, peningkatan infrastruktur dan efisiensi logistik juga menjadi kunci untuk menarik investasi. (*)
Reporter : Arjuna
Editor : RYAN AGUNG