Buka konten ini
Setelah sempat melarang pengecer menjual elpiji kemasan 3 kilogram (kg) bersubsidi atau gas melon mulai 1 Februari 2025 lalu, pemerintah kini mencabut aturan tersebut. Warung kelontong dan pengecer lainnya kembali diperbolehkan menjual gas melon dengan syarat menjadi subpangkalan resmi yang terdata di bawah pangkalan.
Keputusan ini disambut baik oleh para pengecer maupun masyarakat yang sebelumnya kesulitan mendapatkan elpiji di pangkalan resmi.
Kholik, pengecer elpiji 3 kg di Tanjungriau, Sekupang, mengaku senang dengan kebijakan terbaru ini. Ia mengatakan, selama sepekan terakhir dirinya mengalami kesulitan mendapatkan pasokan gas dari pangkalan, sehingga pencabutan aturan ini sangat membantu kelangsungan usahanya.
”Tentu kami menyambut positif dan senang sekali bahwa pemerintah kembali memperbolehkan pengecer menjual elpiji 3 kg. Sebelumnya, kami agak kesulitan mendapat pasokan, padahal keuntungan yang diambil kecil, berkisar Rp1.000 sampai Rp2.000 per tabung,” ujarnya, Kamis (6/2).
Ia juga tidak mempermasalahkan ketika harus menjadi subpangkalan resmi dan siap mengikuti aturan pemerintah dan Pertamina.
“Kami siap menggunakan aplikasi kalau memang itu wajib disyaratkan. Yang penting kami resmi menjual elpiji 3 kg,” tambahnya.
Kebijakan ini juga disambut baik oleh pemilik warung kelontong lainnya di Tiban, Sekupang. Yudi, salah seorang pemilik warung, mengatakan bahwa pencabutan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg merupakan keputusan yang prorakyat dan mendukung pelaku usaha kecil.
”Alhamdulillah, kalau harus jadi subpangkalan pun tak masalah, yang penting kita masih bisa menjualan elpiji 3 kg ke masyarakat sekitar,” katanya.
Ia menyatakan kesiapannya untuk beralih menjadi subpangkalan resmi asalkan proses pendaftarannya gratis. Pasalnya, selama ini menjual gas melon bukan hanya untuk mencari keuntungan, tetapi juga demi membantu warga sekitar yang kesulitan mengakses pangkalan resmi karena jarak yang jauh.
”Kalau boleh harapannya, daftar sub pangkalan ini gratis sehingga ada kebijakan yang lebih berpihak kepada kami agar dapat berjualan tanpa melanggar aturan, sekaligus tetap membantu masyarakat mendapatkan akses gas bersubsidi dengan mudah,” tuturnya.
Sementara itu, Farida, warga Tanjungriau, juga merasa lega karena kini bisa kembali membeli elpiji 3 kg di warung terdekat tanpa harus pergi ke pangkalan yang jaraknya cukup jauh.
”Kami senang sekali karena sudah diperbolehkan membeli di pengecer. Dalam sepekan terakhir ini sangat sulit mendapatkan elpiji 3 kg di warung-warung,” ujar Farida.
Meski demikian, ia berharap harga jual di subpangkalan ini tidak terlalu jauh dibanding harga di pangkalan. Untuk diketahui, Pemerintah Kota (Pemko) Batam menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji 3 kg yakni Rp21 ribu per tabung.
“Kalau pun pengecer masih jual Rp23 ribu per tabung, saya pikir masih oke. Yang penting jangan sampai Rp30 ribu, berat juga,” tambahnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Windi, warga lainnya yang mengaku sebelumnya harus mengantre untuk mendapatkan satu tabung gas melon. Namun, setelah kebijakan ini dicabut, ia yakin antrean di pangkalan sudah mulai berkurang.
“Bagus kalau bisa beli lagi di warung. Sebelumnya harus ke pangkalan dan antre lama,” kata Windi.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relation, & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatra Bagian Utara (Sumbagut), Susanto August Satria, menegaskan bahwa pengecer diperbolehkan menjual elpiji 3 kg atau gas melon. Namun, ia mengingatkan agar harga jualnya tidak terlalu mahal dan menyusahkan masya-rakat.
”Sejauh ini, yang wajar ya,” jawabnya saat dihubungi Batam Pos melalui pesan WhatsApp, Kamis (6/2).
Namun, terkait rencana kebijakan pusat yang akan menjadikan pengecer sebagai subpangkalan, pihaknya masih menantikan aturan yang lebih mendetail dari pusat. ”Kami masih menunggu aturan teknis lebih lanjut,” tutupnya.
Ombudsman: Operasi Pasar Elpiji Tak Efektif
Ketua Ombudsman Kepri, Lagat Siadari, menilai operasi pasar elpiji 3 kilogram yang dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Batam, kurang efektif.
Menurutnya, langkah tersebut justru menimbulkan pertanyaan karena seharusnya distribusi gas ke pangkalan yang diperbanyak, bukan malah menggelar operasi pasar.
”Pangkalan yang justru protes, karena mereka sudah pernah melapor ke kami. Kenapa tidak langsung saja ditambah stok elpiji 3 kilogram di pangkalan? Mengapa harus lewat operasi pasar?” ujar Lagat, Kamis (6/2).
Ia menekankan bahwa saat terjadi kelangkaan, Pertamina seharusnya turun langsung ke pangkalan untuk mengidentifikasi penyebabnya dan segera menambah pasokan agar dis-tribusi tetap berjalan dengan baik.
”Kalau pengecer, mereka bisa menjual dengan harga berapa pun karena tidak resmi,” tambahnya.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Disperindag Batam, Gustian Riau, menyatakan bah-wa pihaknya tetap akan melak-sanakan operasi pasar dalam waktu dekat. Selain elpiji, operasi ini juga akan mencakup kebutuhan sembako menjelang bulan Ramadan.
”Dalam minggu ini, kami akan merapatkan kembali soal sembako dan operasi pasar untuk menghadapi bulan suci Ramadan,” kata Gustian.
Ia menjelaskan bahwa operasi pasar akan dilakukan dalam tiga tahap, yakni sebelum Ramadan, pertengahan Ramadan, dan menjelang Idulfitri.
Meskipun jadwal pastinya belum ditentukan, Disperindag Batam memastikan bahwa operasi pasar akan digelar secara merata di 12 kecamatan di Batam.
”Yang jelas, operasi pasar ini akan menjangkau seluruh wilayah Batam agar masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau,” pungkasnya. (***)
Reporter : Rengga Y, ARJUNA
Editor : RATNA IRTATIK