Buka konten ini
BATAM (BP) – Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi anggaran di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah berpotensi memengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batam.
Namun, dampaknya terhadap sektor perhotelan, restoran, dan hiburan masih perlu dikaji lebih lanjut.
Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Batam, Aidil Sahalo, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan apakah larangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dalam Inpres tersebut akan berdampak signifikan terhadap PAD.
”Sampai saat ini, kami belum bisa menentukan apakah Inpres 1/2025 akan langsung berpengaruh pada penerimaan PAD, khususnya dari sektor hotel, restoran, dan hiburan. Sebab, penerapan kebijakan ini kemungkinan baru mulai berjalan pada Maret mendatang,” ujar Aidil, Rabu (5/2).
Ia menjelaskan bahwa setiap daerah diwajibkan menyampaikan usulan efisiensi anggaran ke pemerintah pusat paling lambat 15 Februari. Setelah itu, Kementerian Dalam Negeri akan melakukan kajian sebelum memberikan persetujuan.
”Jadi, saat ini masih dalam tahap pengusulan dan evaluasi. Kami akan terus memantau perkembangan kebijakan ini untuk melihat dampaknya terhadap ekonomi Batam, khususnya sektor pariwisata dan hiburan,” tambahnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata, berharap kebijakan ini tidak terlalu berdampak pada industri pariwisata, mengingat Batam merupakan kota yang mengandalkan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
”Kunjungan wisatawan ke Batam juga berasal dari kedutaan, korporasi, dan berbagai perkumpulan. Jadi, harapannya sektor pariwisata tetap berjalan baik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya mendukung kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden Prabowo karena diyakini telah melalui perhitungan matang. Menurutnya, efisiensi ini juga bisa membawa manfaat bagi masyarakat.
”Kebijakan ini bisa difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, yang pada akhirnya juga berdampak positif pada pariwisata. Batam bukan hanya kota MICE, tetapi juga pusat kuliner, budaya, dan sport tourism,” jelasnya.
Ardi optimistis Disbudpar bersama para pelaku pariwisata tetap mampu menarik wisatawan mancanegara, yang pada akhirnya tetap memanfaatkan fasilitas akomodasi seperti hotel dan restoran di Batam.
”Kami sangat proaktif dalam mendatangkan wisatawan. Pastinya mereka akan tetap membutuhkan akomodasi berupa hotel dan layanan lainnya,” tegasnya.
Tingkatkan Devisa, Pemerintah Optimalkan Pariwisata
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 tidak sesuai dengan target pemerintah. Proyeksi tahun lalu adalah 5,2 persen, sedangkan realisasinya 5,03 persen. Capaian itu melambat dibandingkan pertumbuhan 2023 yang tercatat 5,05 persen.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, perekonomian Indonesia 2024 yang diukur berdasar produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp22.139,0 triliun. Sementara itu, PDB per kapita mencapai Rp78,6 juta atau 4.960,3 dolar AS (USD).
”Ekonomi Indonesia pada 2024 tumbuh 5,03 persen. Seluruh lapangan usaha tumbuh positif,” ujar Amalia pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/2).
Lima lapangan usaha dengan kontribusi terbesar pada ekonomi adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan pertambangan. Sedangkan lapangan usaha dengan pertumbuhan tinggi meliputi jasa lainnya, transportasi dan pergudangan, serta akomodasi dan makan-minum.
”Jasa lainnya ditopang peningkatan aktivitas rekreasi seiring peningkatan jumlah wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara serta berbagai event olahraga dan hiburan,” bebernya.
Sementara itu, transportasi dan pergudangan didorong peningkatan jumlah penumpang dan barang karena mobilitas masyarakat serta peningkatan ekonomi lainnya. Akomodasi dan makan-minum didukung mobilitas penduduk serta aktivitas pemerintah dan swasta.
Amalia menambahkan, dari sisi pengeluaran, penyum-bang utama pertumbuhan ekonomi 2024 adalah konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Hal itu tecermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan penambahan barang modal untuk aktivitas produksi.
”Seluruh komponen pengeluaran tumbuh positif tahun lalu. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 54,04 persen dan tumbuh 4,94 persen,” ucapnya.
Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, ada beberapa faktor yang memicu target pertumbuhan ekonomi 2024 tidak tercapai. Pertama, ketidakpastian ekonomi yang terjadi meski di sisi lain ada momen pemilu dan pilkada.
Kedua, dinamika harga komoditas yang melandai pada 2024. ”Indonesia sangat terpengaruh dengan harga komoditas yang relatif melandai dan dalam tanda petik ini imun terhadap gejolak-gejolak. Terutama harga minyak sehingga revenue dari ekspor relatif tertahan,” jelas Airlangga di kantornya, kemarin.
Dengan kondisi itu, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah terus mencari cara untuk mendorong ekspor. Selain itu, sektor lain yang akan dimaksimalkan untuk menambah devisa adalah pariwisata. Pemerintah juga berupaya agar pariwisata tidak hanya berfokus pada Bali.
”Bali mulai padat. Karena itu, kami juga mendorong daerah lain seperti Lombok dan Labuan Bajo. Kami juga sedang berdiskusi dengan pihak imigrasi untuk mempermudah fasilitas visa di destinasi wisata potensial. Selain itu, kawasan Batam-Bintan diharapkan bisa menjadi jembatan untuk meningkatkan sektor pariwisata yang bisa menyeimbangkan ekspor,” paparnya. (*)
Reporter : Azis Maulana – JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG