Buka konten ini
JALUR GAZA (BP) – Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan agar 2.500 anak segera dievakuasi dari Gaza untuk perawatan medis. Pernyataan itu disampaikan Guterres seusai bertemu dengan para dokter Amerika Serikat yang mengatakan bahwa anak-anak tersebut berisiko tinggi meninggal dalam hitungan pekan.
Empat dokter itu telah menjadi sukarelawan di Gaza selama 15 bulan peperangan Israel-Hamas. Bom yang dijatuhkan Israel telah menghancurkan Gaza, wilayah dengan penduduk lebih dari 2 juta orang, dan sistem perawatan kesehatannya.
Guterres mengatakan bahwa dirinya sangat tersentuh oleh pertemuannya dengan para dokter Amerika pada Kamis (30/1). ”Sebanyak 2.500 anak harus segera dievakuasi dengan jaminan bahwa mereka akan dapat kembali ke keluarga dan komunitas mereka,” tulis Guterres di media sosial setelah pertemuan tersebut, dilansir The Guardian.
Hanya beberapa hari sebelum gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa lebih dari 12.000 pasien sedang menunggu evakuasi medis. ”Di antara pasien yang sangat membutuhkan perawatan tersebut, terdapat 2.500 anak,” kata Feroze Sidhwa, seorang dokter bedah trauma California yang bekerja di Gaza dari 25 Maret hingga 8 April tahun lalu.
”Anak-anak berisiko tinggi meninggal dalam beberapa minggu ke depan. Sebagian sedang sekarat sekarang. Sebagian akan meninggal besok. Sebagian akan meninggal lusa,” kata Sidhwa kepada wartawan setelah bertemu dengan Guterres.
”Dari 2.500 anak tersebut, sebagian besar membutuhkan tindakan yang sangat sederhana,” katanya, mengutip kasus seorang anak laki-laki berusia 3 tahun yang menderita luka bakar di lengannya. Luka bakar tersebut telah sembuh, tetapi jaringan parut perlahan-lahan menghentikan aliran darah sehingga membuatnya berisiko diamputasi.
Ayesha Khan, seorang dokter gawat darurat di rumah sakit Universitas Stanford, bekerja di Gaza dari akhir November hingga 1 Januari. Dia menceritakan banyaknya anak Gaza yang diamputasi. Namun, di sana tidak ada fasilitas prostetik atau rehabilitasi.
Dia mengangkat foto dua saudara perempuan muda yang diamputasi, yang berbagi kursi roda. Mereka menjadi yatim piatu dalam serangan yang melukai mereka dan Khan berkata: ”Satu-satunya kesempatan mereka untuk bertahan hidup adalah dengan dievakuasi secara medis.”
”Sayangnya, pembatasan keamanan saat ini tidak mengizinkan anak-anak bepergian dengan lebih dari satu pengasuh,” katanya.
Khan menyebut pengasuh anak itu adalah bibi mereka yang kebetulan memiliki bayi yang tengah disusui.
Di sisi lain, Cogat, badan pertahanan Israel yang berhubungan dengan Palestina, tidak menanggapi permintaan komentar atas permohonan evakuasi medis 2.500 anak tersebut. Misi Israel di PBB juga tidak menanggapi permintaan komentar.
”Berdasar perjanjian gencatan senjata ini, seharusnya ada mekanisme untuk evaku-asi medis. Kami belum melihat proses itu dijabarkan,” kata Thaer Ahmad, seorang dokter ruang gawat darurat dari Chicago, yang bekerja di Gaza pada Januari 2024.
Khan juga ragu apakah setelah anak-anak itu pulih, Israel membuka pintu perbatasan untuk memperbolehkan mereka kembali ke Gaza.
”Ada beberapa diskusi sekarang tentang pembukaan perbatasan Rafah hanya untuk pintu keluar, tetapi itu adalah pintu keluar tanpa hak untuk kembali,” ujarnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG