Buka konten ini
SEIBEDUK (BP) – Sebanyak 1.200 ekor burung pipit (Lonchura sp.) dilepasliarkan di Hutan Wisata Muka Kuning, Seibeduk, Kota Batam, Selasa (28/1).
Pelepasliaran ini dilakukan oleh Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepri bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setelah burung-burung tersebut sempat ditahan karena tidak memiliki dokumen kesehatan yang lengkap.
Kepala Balai Karantina Kepri, Herwintarti, menjelaskan bahwa burung-burung tersebut diamankan pada 26 Januari 2025 di Pelabuhan Telagapunggur, Nongsa,.Kota Batam. Burung-burung itu diketahui dibawa dari Pelabuhan Kuala Tungkal, Jambi, tanpa melalui prosedur karantina serta tanpa sertifikat kesehatan.
“Burung-burung ini tidak dilengkapi dokumen sah maupun sertifikat kesehatan dari daerah asal. Setelah dilakukan penahanan, kami memastikan kondisi burung melalui pemeriksaan fisik dan uji laboratorium untuk mendeteksi virus flu burung,” katanya, Rabu (29/1).
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa burung-burung tersebut negatif flu burung. Dengan demikian, mereka dinyatakan aman untuk dilepasliarkan guna menjaga kelestarian plasma nutfah.
Herwintarti juga mengimbau masyarakat untuk mematuhi aturan karantina saat melalulintaskan hewan, ikan, atau tumbuhan guna mencegah penyebaran penyakit hewan karantina (HPHK) yang berbahaya.
“Kami mendukung kearifan lokal, tetapi penting untuk melengkapi dokumen kesehatan karantina sebagai jaminan kesehatan dan keamanan bersama,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Resort Konservasi Alam Muka Kuning, Yon Rombi, menjelaskan bahwa burung pipit memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik di berbagai habitat, termasuk di Batam. Namun, ia mengakui bahwa beberapa burung mung-kin tidak bertahan akibat stres selama perjalanan.
“Kami berharap pelepasliaran ini membantu populasi burung pipit di alam liar sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem,” kata Yon.
Pihak Karantina Kepri menegaskan akan terus meningkatkan pengawasan terhadap lalu lintas hewan dan tumbuhan guna memastikan kelestarian satwa liar serta mencegah potensi penyebaran penyakit. (***)
Reporter : Arjuna
Editor : RATNA IRTATIK