Buka konten ini
DPRD Kota Batam, Muhammad Kamaluddin, mempertanyakan rencana penerapan Fuel Card 5.0 yang diwacanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Batam sebagai syarat pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Ia meminta penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.
“Saya baru mendengar kemarin adanya pertanyaan terkait mengapa harus ada dua kartu. Dari Pertamina sudah ada kartu (pendataan via QR Code MyPertamina), lalu Disperindag juga ada. Kebijakan seperti ini tentu harus memiliki dasar yang jelas, berbasis data, kegunaan, dan fungsinya,” ujar Kamaluddin, Rabu (22/1).
Kamal menambahkan, DPRD Batam akan melibatkan Komisi I dan Komisi II dalam pembahasan lebih lanjut untuk mengevaluasi fungsi dan manfaat Fuel Card 5.0. “Saya belum mengetahui secara rinci kebijakan ini. Maka dari itu, saya meminta Komisi II dan Komisi I DPRD Batam untuk bekerja sama dengan Disperindag dalam menjelaskan target yang ingin dicapai melalui kebijakan ini,” katanya.
Menurut Kamal, Pemerintah Kota Batam harus mempertimbangkan berbagai aspek sebelum melaksanakan kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat. Ia menegaskan bahwa keadilan dan kenyamanan masyarakat menjadi hal utama yang harus diperhatikan.
“Jika kebijakan itu adil, tentu masyarakat akan merasa lebih nyaman. Namun, dengan adanya dua kartu ini, masyarakat justru mengeluh. Oleh sebab itu, saya telah menginstruksikan Komisi II untuk segera mengundang Disperindag Batam agar memberikan penjelasan yang rinci,” ungkap Kamal.
Rencana penerapan Fuel Card 5.0 di Kota Batam menuai perhatian publik, terutama karena kekhawatiran akan adanya kerumitan bagi masyarakat dalam mengakses BBM subsidi akibat penggunaan dua kartu berbeda. Selain itu, keharusan adanya potongan administrasi bulanan sebesar Rp20 ribu juga menjadi pertanyaan masyarakat, mengingat pihak Pertamina melalui kebijakan QR Code-nya hanya mendata dan tak mengharuskan konsumen ”membayar” di luar jumlah pertalite yang dibeli. Kebijakan ini dinilai perlu ditinjau lebih lanjut agar tidak menimbulkan kesulitan tambahan bagi warga.
Sementara itu, Kepala Disperindag Batam, Gustian Riau, menjelaskan bahwa fuel card akan diberlakukan penuh pada 1 Maret 2025, setelah 80 persen kendaraan di Batam telah memilikinya.
“Batam dipilih sebagai pilot project (proyek percontohan) karena dinilai mampu meng-hemat anggaran negara terkait subsidi energi,” katanya, Rabu (22/1).
Terkait potensi tumpang tindih dengan kebijakan Pertamina yang menggunakan sistem QR Code untuk mendata konsumsi BBM, Gustian menyebut bahwa QR Code Pertamina hanya berfungsi untuk pencatatan jumlah konsumsi dan kendaraan, sedangkan Fuel Card bertugas membatasi jumlah pembelian harian, yakni 120 liter Pertalite per kendaraan. ”QR Pertamina itu hanya mendata kendaraan saja, berbeda dengan Fuel Card yang berfungsi sebagai alat kontrol,” kata dia.
Kebijakan ini, klaimnya, telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, termasuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
“Pemotongan dana itu dilakukan oleh pihak perbankan, bukan pemerintah. Kami tidak memiliki kewenangan untuk itu,” katanya.
Tiga bank yang terlibat dalam program ini yakni Bank Sumut, Bank Bukopin, dan CIMB Niaga, dipilih karena kesiapan mereka dalam implementasi sistem fuel card. Pihaknya telah mengundang 23 bank dalam rangka penyamaan persepsi, tetapi hanya tiga bank tersebut yang siap berkomitmen.
Salah satu aspek yang paling banyak diperdebatkan adalah biaya administrasi Fuel Card, yang disebut-sebut mencapai Rp25 ribu. Namun, Disperindag membantah angka tersebut dan menegaskan sebenarnya biaya administrasi adalah Rp20 ribu sesuai dengan perjanjian yang tertuang dalam nota kesepahaman bersama pihak perbankan. Pemotongan bea itu dilakukan sebulan setelah penggunaan, bukan saat pendaftaran.
Menanggapi hal ini, Thomas, perwakilan Bank Sumut, salah satu dari tiga bank yang ditunjuk dalam program ini, menjelaskan biaya administrasi mencakup berbagai komponen, seperti asuransi jiwa, pengelolaan sistem informasi, serta pengadaan kartu. Keterlibatan Bank Sumut dalam program ini bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat serta memperluas jangkauan layanan perbankan.
“Asuransi ini melindungi pengguna fuel card dari risiko kecelakaan. Bank Sumut bekerja sama dengan Askrida untuk layanan asuransi tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Batam terpilih, Li Claudia Chandra, juga mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana kebijakan fuel card ini. Ia menilai kebijakan tersebut memberatkan rakyat, terutama bagi pengguna bahan bakar pertalite yang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Perintah Pak (Presiden) Prabowo adalah jangan pernah menyusahkan masyarakat. Pengguna pertalite adalah masyarakat bawah. Kebijakan ini sangat memberatkan rakyat,” katanya, Selasa (21/1).
Sebagai langkah selanjutnya, Li Claudia menyebut akan meminta anggota Fraksi Gerindra di DPRD Batam untuk mengambil inisiatif dengan memanggil Disperindag guna memberikan penjelasan lebih lanjut tentang kebijakan tersebut. Selain itu, ia juga mendorong Pemko Batam untuk segera membatalkan kebijakan yang dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut.
Respons Fraksi Gerindra di DPRD Batam pun langsung diambil dengan tegas. Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Surya, menyatakan penolakan terhadap kebijakan penggunaan fuel card, yang dinilai belum memiliki dasar hukum yang jelas. Implementasi kebijakan ini berisiko menimbulkan masalah hukum di masa depan.
“Kami menilai tidak ada payung hukum yang melandasi penerapan kartu fuel card ini. Hal ini rawan menimbulkan persoalan legalitas di masa depan,” kata dia, Rabu (22/1). (***)
Reporter : Azis Maulana
Editor : RATNA IRTATIK