Buka konten ini
BATAM KOTA (BP) – Sidang kasus kekerasan terhadap anak yang didakwa dilakukan oleh JD, 35, terhadap putri kandungnya, akhirnya dimulai di Pengadilan Negeri Batam, Rabu (22/1). Putri kandung terdakwa hadir sebagai saksi, didampingi Unit PPA, dalam sidang yang dipimpin oleh hakim Very Irawan.
Dalam persidangan, terungkap bahwa kekerasan fisik terhadap korban sudah sering terjadi sebelumnya. Bahkan, terdakwa pernah menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan kekerasan lagi. Namun, kekerasan yang kali ini mencuat dan sempat viral di media sosial adalah yang paling parah.
Korban, yang masih anak-anak, tidak hanya mengalami luka di sekujur tubuh dan kepala, tetapi juga dalam kondisi yang sangat mengenaskan: lehernya dirantai dengan rantai tabung elpiji 3 kilogram. Diperkirakan, berat rantai tersebut sekitar 5 kilogram.
Dalam sidang, saksi korban yang merupakan anak terdakwa memberikan kesaksian dalam sidang tertutup, yang kemudian dilanjutkan dengan kesaksian dua saksi lainnya, yaitu tetangga dan seorang polisi dari Polsek Bengkong.
Salah seorang tetangga korban mengungkapkan bahwa JD sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya. Suara keras dari rumah terdakwa sering terdengar hingga ke rumahnya yang berjarak hanya beberapa langkah.
“Rumah saya hanya beberapa langkah dari rumahnya. Jadi kedengaran. Terdakwa sehari-hari buka warung,” jelasnya.
Ia melanjutkan, pada suatu hari, ia menemukan korban di balik pintu rumahnya, dalam kondisi menangis dan sesak nafas. Leher korban terlihat rantai, yang diduga biasa digunakan untuk merantai tabung gas milik terdakwa.
“Kondisinya sesak, rantai dililit dua kali di leher, kemudian diikat. Ada gembok, cuma kondisi rantai tidak digembok,” ujar saksi.
Saksi tersebut menjelaskan bahwa ia tidak bisa melepas rantai karena korban menolak. Akhirnya, ia memvideokan kejadian itu dan memberi informasi kepada Ketua RT setempat.
“Maksud saya untuk informasi saja, bukan disebar ke media. Karena korban tampak trauma saat saya mencoba melepas rantai, jadi saya longgarkan saja biar tidak sesak,” jelas saksi.
Hakim Monalisa, salah satu hakim anggota, terlihat geram mendengar penjelasan saksi tersebut. Ia bahkan mempertanyakan apakah rantai itu digunakan untuk manusia atau binatang.
“Saya bingung itu rantai binatang atau manusia. Itu rantai berat loh, dililit ke leher, apa nggak sesak itu?” ujar Monalisa.
Saksi polisi yang datang ke lokasi juga memberikan kesaksian bahwa ia menerima laporan kekerasan terhadap anak dan segera menuju tempat kejadian. Ketika ia tiba, sang anak masih dalam kondisi terlilit rantai.
“Rantai tak digembok, hanya nyangkut. Saya lepas karena anak sudah dalam kondisi lemas,” jelas saksi polisi.
Polisi juga mengatakan bahwa ketika ia menemui terdakwa, ia sedang menyapu halaman rumah dan mengaku pasrah atas kejadian tersebut. “Saya temui terdakwa dan dia sudah pasrah,” tegas saksi polisi.
Keterangan saksi tersebut dibenarkan oleh terdakwa, yang didampingi oleh penasihat hukum dari LBH Suara Keadilan. Sidang ditunda hingga minggu depan untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dapat meringankan terdakwa.
Diketahui, korban berinisial As, seorang siswi kelas VI SD berusia 13 tahun, dianiaya oleh ibu kandungnya, JD, yang berusia 35 tahun, di rumah kontrakan mereka di Bengkong Harapan 2, pada bulan November 2024. Dalam peristiwa tersebut, korban dipukul, kaki dan tangannya diikat tali rafia, serta lehernya dijerat dengan rantai tabung elpiji.
Kasus penganiayaan ini terungkap setelah tetangga korban melaporkan kejadian tersebut. Saat itu, korban ditemukan dengan wajah lebam, memar di kepala, dan dalam kondisi terikat di dalam rumah. Saat ditemukan, wajah anak tersebut sudah membiru, dan ia tampak ketakutan untuk melepas rantai yang membelit lehernya. (*)
Reporter : Yashinta
Editor : RATNA IRTATIK