Buka konten ini
TANJUNGPINANG (BP) – Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, menyambut baik penandatanganan nota kesepakatan antara Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dan Pemerintah Provinsi Kepri yang dilaksanakan di Gedung Daerah Tanjungpinang, Senin (26/5).
Tujuan kerja sama ini sederhana namun signifikan: memutus mata rantai kejahatan yang disebabkan oleh kemiskinan dan keterbatasan keterampilan.
Menurut Ansar, banyak pelaku kejahatan ringan melakukan pelanggaran bukan karena niat jahat, melainkan didorong oleh keterpaksaan ekonomi.
”Restorative justice (RJ) harus dilihat secara utuh, termasuk latar belakang pelakunya. Karena itu, mereka harus diberi peluang untuk memperbaiki hidup,” kata Ansar.
Ia menegaskan, Pemprov Kepri akan mengerahkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menindak-lanjuti program ini. Bentuk tindak lanjutnya antara lain pelatihan keterampilan, pendampingan usaha, hingga bantuan modal yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing mantan pelaku.
“Kita tidak ingin mereka kembali terjebak dalam kesalahan yang sama. Ini ikhtiar kita agar keadilan benar-benar menyentuh sisi kemanusiaan,” tuturnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri, Teguh Subroto, mengatakan bahwa tidak semua pelanggaran hukum harus dibalas dengan hukuman penjara. Di Kepulauan Riau, pelaku kejahatan ringan yang mendapat pengampunan melalui skema restorative justice (RJ) kini tidak hanya dapat kembali ke masyarakat, tetapi juga memperoleh bekal untuk bangkit, antara lain berupa pelatihan keterampilan hingga bantuan modal usaha. “Kami hadir untuk memberikan pelatihan sesuai minat dan kemampuan pelaku kejahatan ringan yang diselesaikan melalui RJ,” ujarnya.
Teguh menjelaskan, RJ diberikan berdasarkan sejumlah pertimbangan, antara lain latar belakang pelaku, persetujuan korban, serta masukan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama. Model penyelesaian ini telah banyak diterapkan Kejati Kepri, khususnya di Batam, dengan kasus terbanyak berupa pencurian ringan tanpa kekerasan.
Namun, selama ini para pelaku yang bebas melalui RJ nyaris tidak mendapatkan pembinaan lebih lanjut. Mereka dibiarkan kembali ke masyarakat tanpa pegangan yang memadai, sehingga rawan kembali tergelincir.
“RJ-nya memang berjalan, tetapi pascaprosesnya belum tersentuh. Melalui kerja sama ini, kami ingin masuk ke tahap berikutnya, yaitu pelatihan atau bahkan bantuan modal usaha,” tegas Teguh. (*)
Reporter : MOHAMAD ISMAIL
Editor : GALIH ADI SAPUTRO