Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) membuat Surat Edaran (SE) yang melarang praktik penahanan ijazah serta dokumen penting milik pekerja. Pemberi kerja yang menahan ijazah akan dikenakan sanksi pidana.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, praktik penahanan ijazah itu bertujuan agar karyawan tetap bekerja di perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Alasan lainnya, sebagai jaminan utang-piutang antara pengusaha dan pekerja yang belum selesai.
”Karena posisinya lemah, pekerja sulit mendapatkan kembali ijazah yang ditahan tersebut,” ujarnya di Kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (20/5).
Penahanan dokumen penting itu membatasi pengembangan pekerja. Karyawan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau menikmati manfaat dan fungsi ijazahnya. Bahkan, bisa membuat pemilik ijazah terkekang, tidak bebas, dan akhirnya menurunkan moralnya. Kondisi ini berdampak kepada kerja dan produktifitas pekerja.
”Karena itu kami membuat SE,” papar Yassierli.
SE itu ditujukan kepada seluruh kepala daerah. Yassierli berharap, regulasi itu ditindaklanjuti dengan pembinaan, pengawasan, serta penyelesaian permasalahan penahanan ijazah oleh pemberi kerja di daerahnya.
Menurut Yassierli, SE itu membolehkan perusahaan menyimpan ijazah pekerja, asal sifatnya mendesak dan dibenarkan secara hukum. Misalnya, ijazah dan atau sertifikat kompetensi karyawan diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang dibiayai oleh pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja tertulis.
”Itu pun harus ada perjanjian kerjanya dan tertulis. Dileng-kapi dengan batasan waktu. Setelah itu, harus segera dikembalikan,” terangnya.
Perusahaan yang menyimpan ijazah pekerja wajib memberikan jaminan keamanan. Pemberi kerja juga harus memberikan ganti rugi apabila ijazah tersebut rusak atau hilang.
Pelaku usaha yang nekat menahan ijazah tanpa alasan akan disanksi tegas. Yassierli tak ragu memproses pelanggaran itu ke ranah pidana. ”Kita akan serahkan kepada aparat penegak hukum,” tegasnya.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menambahkan, penahanan ijazah melanggar Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Apalagi, bila perusahaan meminta uang tebusan sebagai syarat penebusan dokumen.
”Itu melanggar Pasal 368 KUHP. Pelaku bisa diseret ke ranah hukum atas pasal penggelapan dan pemerasan,” ujarnya.
KPK menggeledah Kemnaker, kemarin. Penggeledahan itu diduga terkait dugaan suap dan gratifikasi terkait Tenaga Kerja Asing (TKA).
Yassirlie mengungkapkan, penggeledahan itu terkait izin penggunaan TKA pada 2019. Perkara tersebut dilaporkan masyarakat Juli 2024.
”Kita sebenarnya sudah mencopot pejabat-pejabat yang diduga terkait dengan kasus ini. Dan proses selanjutnya tentu kita akan serahkan ke KPK,” ungkapnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG